bukamata.id – Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Provinsi Jawa Barat membantah tuduhan telah mengkriminalisasi mantan pegawainya, Tri Yanto (TY), yang kini berstatus tersangka dalam kasus dugaan pelanggaran siber. Klarifikasi ini disampaikan menyusul sorotan publik dan desakan dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung.
Tri Yanto sebelumnya dilaporkan BAZNAS ke Polda Jawa Barat atas dugaan akses ilegal dan penyebaran dokumen rahasia milik lembaga. Berdasarkan penyidikan, ia disangkakan melanggar Pasal 48 juncto Pasal 32 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Namun, kasus ini menuai kontroversi karena TY diketahui telah lebih dahulu melaporkan dugaan korupsi terkait dana zakat sebesar Rp9,8 miliar dan dana hibah dari APBD Jawa Barat sekitar Rp3,5 miliar. LBH Bandung pun mengecam proses hukum tersebut dan menilai tindakan Baznas berpotensi menghambat perlindungan terhadap pelapor pelanggaran atau whistleblower.
“Pelaporan dan penetapan tersangka atas Tri Yanto merupakan bentuk kemunduran dalam perlindungan terhadap whistleblower dan berpotensi menimbulkan chilling effect,” tegas LBH Bandung dalam pernyataan tertulis. Mereka meminta agar BAZNAS mencabut laporan polisi terhadap TY demi menjaga iklim pemberantasan korupsi yang sehat.
Menanggapi hal itu, Wakil Ketua IV BAZNAS Jabar, Achmad Faisal, menegaskan bahwa lembaganya tidak sedang melakukan kriminalisasi. Menurutnya, pemberhentian TY sebagai pegawai telah dilakukan jauh sebelum adanya laporan dugaan korupsi yang disampaikan ke aparat penegak hukum.
“Tidak ada hubungan antara pemberhentiannya dengan status sebagai whistleblower. Pemberhentian dilakukan sebelum yang bersangkutan melaporkan dugaan penyelewengan Baznas Jabar, dikarenakan proses rasionalisasi lembaga dan yang bersangkutan beberapa kali melakukan tindakan indisipliner,” jelas Achmad, Selasa (27/5/2025).
Ia juga mengutip hasil audit investigasi Inspektorat Provinsi Jawa Barat dan Baznas RI yang tidak menemukan indikasi korupsi dalam pengelolaan dana Baznas Jabar. Oleh karena itu, klaim perlindungan whistleblower dianggap tidak berdasar.
“Pada kenyataannya, yang bersangkutan melakukan pelanggaran terhadap prosedur dengan mengakses dokumen tanpa izin dan menyebarkannya ke berbagai pihak yang tidak bertanggung jawab,” lanjut Achmad.
Baznas menegaskan proses pemberhentian TY telah sesuai ketentuan hukum, bahkan diperkuat oleh putusan Mahkamah Agung yang menguatkan keputusan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Bandung pada Februari 2024. Putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap (inkracht), dan pesangon yang menjadi hak TY telah dibayarkan secara penuh.
“Narasi yang menyatakan bahwa TY diberhentikan karena mengadukan dugaan korupsi adalah tidak benar, dan linimasanya tidak sesuai. Pesangon untuk TY juga telah ditunaikan sesuai putusan tersebut, dan yang bersangkutan sudah menerima utuh seluruh pesangon yang ditetapkan oleh Pengadilan,” tambahnya.
BAZNAS Jabar mengaku akan menghormati proses hukum yang sedang berlangsung dan menyarankan agar TY menempuh jalur hukum resmi untuk membela diri.
“Yang bersangkutan memiliki hak untuk membela diri dan membuktikan kalau memang tidak bersalah. Bahkan proses pra-peradilan pun bisa ditempuh dengan baik, daripada harus menyebarkan framing negatif yang tidak benar di berbagai media,” pungkas Achmad.