Bahkan, BKPB PP telah mengirimkan surat resmi sebanyak dua kali, namun tak kunjung diindahkan Yayasan RSA.
“Akhirnya kami keluar untuk melakukan unjuk rasa. Biasanya, unjuk rasa seminggu selesai, tetapi saya sengaja membuat interval sekitar satu bulan dengan harapan ada gerakan,” katanya.
“Pada minggu ketiga, kami datang lagi. Saat itu, kami melihat ada indikasi yang kurang baik, dan terjadi insiden yang cukup ribut. Akhirnya, Dr Alvin di rumah sakit menengahi dan kami sepakat untuk bertemu pada tanggal 16, dengan syarat membatalkan aksi. Kami pun membatalkan gerakan tersebut,” ujar Rezal melanjutkan.
Selang beberapa hari, tanda-tanda perdamaian pun tak kunjung datang. Malah pihak Yayasan RSA seakan menantang dengan munculnya surat penolakan tawaran kerjasama.
“Komunikasi ini sepertinya ditutup. Yang pasti, terlepas dari asal-usul saya di bidang kesehatan, saya merasa setengah hati untuk bergerak karena rumah sakit seharusnya melayani masyarakat. Namun, kami tidak bisa mengabaikan organisasi yang saya pimpin. Kami sudah terlalu lama menunggu perjanjian ini. Sekarang posisi kami adalah menunggu, apakah mereka mau mengambil jalur A atau B,” tegas Rezal.
BKPB PP pun mengultimatum atas sikap arogansi Yayasan RSA tersebut yang dinilai sebagai suatu ekspresi kebencian dan melecehkan marwah ormas PP.
“Kami tidak akan berhenti mempertahan kan marwah kami. Karena marwah kami bukan sekedar slogan tetapi itu adalah komitmen kami bagi masyarakat, dan dilindungi UU di Indonesia,” tandasnya.
Editor: Aga Gustiana
Dapatkan berita menarik lainnya dari Bukamata.id di Google News, Klik di Sini