Teguh menyebut, hak-hak yang belum ditunaikan Pikiran Rakyat pada karyawan itu ada beberapa kelompok.
“Pertama, pesangon sendiri belum sebagian, kalau kami menyebutnya BHT (Bekal Hari Tua). Itu ada beberapa orang yang belum, 25% lagi,” imbuhnya.
Kemudian, ada beberapa yang terutang selama masa pandemi Covid-19.
“Selama covid, kami semua tuh ditahan beberapa uang secara berjenjang, misalnya uang makan ditahan sebagian, uang gaji ditahan sebagian, tapi dijanjikan jadi utang dan itu tertulis semua, kita paham karena kondisi memang berat. Tapi sekarang diabaikan,” katanya.
“Yang mengerikan hasil RUPS sendiri yang mengamanatkan hal ini dilanggar. Terus kalau direktur melanggar RUPS tuh bagaimana? Sama dengan Presiden yang melanggar ketetapan MPR yang mengangkatnya. Logikanya masuk ga sih? Kan gamasuk,” tambahnya.
Teguh mengatakan, saat ini ada sebanyak 139 mantan karyawan Pikiran Rakyat yang menempuh jalur hukum.
“Di luar kami, saya tidak tahu, karena mereka sudah ditawarkan tapi tidak berani masuk (bergabung dengan kami), yasudah itu pilihan orang, kita tidak memaksa. Sekarang yang 139 orang ini sudah dalam posisi mau mediasi di Disnaker,” katanya.
Terkait nominal, Tegus mengatakan total yang harus dibayarkan oleh Pikiran Rakyat sebesar Rp36 miliar, baik di dalam dan luar aliansi.
“Tapi yang kita perjuangkan mungkin sekitar 13-15 M untuk kelompok ini. Itu pun masih akan direvisi katanya, bonus ga akan dikasih, uang transportasi, uang makan, itu kan hak kita selama bekerja, bukan uang hadiah, itu mau dihilangkan juga,” tuturnya.
Dapatkan berita menarik lainnya dari Bukamata.id di Google News, Klik di Sini