“Meskipun dapat diperpanjang dengan persetujuan Menteri ATR/BPN berdasarkan permohonan BP Batam,” lanjutnya.
Selain itu, Ombudsman pun menemukan bahwa warga tetap menolak relokasi yang dilakukan oleh BP Batam. Sebab warga sudah turun temurun berada di Pulau Rempang.
“Tidak adanya jaminan terhadap mata pencaharian warga,” ujarnya.
Kemudian, imbuh dia, belum ada dasar hukum terkait ketersediaan anggaran baik itu terkait pemberian kompensasi dan program secara keseluruhan.
“Berdasarkan keterangan dari BP Batam, terkait dengan pemberian kompensasi berupa rumah pengganti maupun uang tunggu dan hunian sementara bagi warga terdampak, memerlukan dasar hukum agar program berjalan,” tuturnya.
Johanes memastikan, Pemkot Batam sejauh ini belum menetapkan batas seluruh perkampungan tua di Batam. Untuk itu, Ombudsman meminta agar Pemkot Batam terlibat aktif memulihkan stabilitas perekonomian dengan menjamin adanya pasokan pangan ke warung-warung milik warga. Johanes mengatakan, ada kekhawatiran dari distributor pemasok barang nantinya tidak akan terbayar. Hal ini berpengaruh pada suplai sehingga kebutuhan barang pokok warga pun menipis.
Terkait keputusan pemerintah mengenai penundaan relokasi, Johanes meminta Pemkot Batam dan BP Batam segera menyampaikan secara langsung baik lisan maupun tertulis kepada warga Pulau Rempang, bukan hanya melalui media massa.
Selanjutnya, Ombudsman RI akan melakukan permintaan keterangan lanjutan kepada sejumlah pihak terkait, kemudian dilanjutkan konfirmasi temuan, penyerahan Laporan Hasil Akhir Pemeriksaan serta monitoring tindak lanjut Laporan Hasil Akhir Pemeriksaan.
Dapatkan berita menarik lainnya dari Bukamata.id di Google News, Klik di Sini