Tetapi realitas yang sulit ditampik, kini banyak rumah tinggal berubah menjadi resto, kafe, penginapan, kantor dan tempat usaha lainnya.
“Pada perkembangannya pengaturan Tata Ruang akhirnya tambah tidak terkendali karena lebih banyak dipengaruhi oleh implikasi kepentingan politik,” ungkapnya.
Banyak kebijakan yang sarat dengan ķepentingan politik, misalnya dorongan kebutuhan untuk membangun kantor kelurahan, kecamatan , koramil, polsek atau kantor pemerintah lainnya di kawasan perumahan, otomatis lambat laun akan tumbuh warung, toko atau bentuk usaha layanan lainnya.
Sebagai contoh, kata Juniarso, apakah izinnya ditinjau, dibatalkan atau dicabut, rupanya belum pernah terjadi sampai sekarang yang diangkat ke publik.
“Jadi saya menilai, artinya harus ada turunan aturan-aturan dari perda tersebut, dari pasal-pasal yang berkaitan dengan pelanggaran. Jadi harus ada uraian teknis sebagai penjabaran tindak lanjut pengaturannya,” jelasnya.
Juniarso berharap kepada pemerintah agar Perda yang sudah dibuat dengan memakan waktu dan biaya cukup besar agar disosialisasikan secara masif, ditindaklanjuti dengan penyusunan Perwal sehingga lebih bernilai operasional.
“Dalam konteks kegiatan sosialisasi kewajiban organisasi perangkat daerah jika sudah ditetapkan/disahkan, sedangkan kewajiban DPRD mensosialisasikan ketika sedang dalam pembahasan,” tandasnya.
Dapatkan berita menarik lainnya dari Bukamata.id di Google News, Klik di Sini