“Efek samping dari penyakit gula pada anak atau diabetes melitus pada anak ini ujung-ujungnya akan ada kerusakan ginjal. Nah nanti kerusakan ginjal ini yang akhirnya anak itu perlu Hemodialisis atau tidak,” ujarnya.
Dengan begitu, Dinkes Jabar mendorong agar masyarakat menghilangkan anggapan jika gemuk itu merupakan tanda anak sehat. Selain itu masyarakat diminta rajin dalam mengontrol kesehatan anak.
“Jangan menganggap bahwa gemuk itu sehat, obesitas itu akan menyebabkan kecenderungan gangguan bab. Kemudian lebih baik kita tahu status penyakitnya sekarang daripada kita berobat, ditakutkan nantinya penanganannya terlambat,” pintanya.
Adapun terkait angka pasien anak menjalani cuci darah dari Januari-Juli 2024 juga sudah menyentuh 77 kasus.
“Kasus anak yang perlu di hemodialisis di Jawa Barat tahun 2023 sekitar 125 anak, dan 2024 sampai Juli ini, tercatat 77 anak,” ujar Rochady
Penanganan pasien anak yang menjalani cuci darah dilakukan di beberapa rumah sakit rujukan. Seperti di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) yang menyatakan ada 10-20 kasus anak cuci darah per bulannya.
Hanya saja, Rochady memastikan, data yang dimilikinya berdasarkan pasien dari kabupaten dan kota.
Selain itu, beberapa rumah sakit di kabupaten dan kota di Jabar tidak semua mampu melayani perawatan cuci darah.
“Jadi secara kumulatif dari beberapa kabupaten kota itu dilaporkan bahwa jumlah jiwa untuk anak-anak usia 0 sampai 15 tahun yang memerlukan pengobatan hemodialisis itu tahun 2023 itu ada 125 kasus, Kemudian untuk tahun 2024 sampai bulan Juli ini tercatat 77 kasus,” paparnya.
Dapatkan berita menarik lainnya dari Bukamata.id di Google News, Klik di Sini