“Setiap Jumat (di Gedung Sate) kita bebas kendaraan. Tadi ada juga keluhan dan hal-hal yang harus diperbaiki, seperti ada yang dari Kopo tidak ada pool atau titik penjemputan terdekat. Maka inilah supaya dapat gambaran kalau mengharapkan masyarakat dari mobil atau motor pindah ke bus,” tuturnya.
Bey menyebut bila nantinya program Bus Rapid Transit (BRT) diterapkan di algomerasi Bandung Raya, jangan sampai berjalan tidak efektif.
“Ada juga usulan BRT dedicated line apakah tepat untuk Bandung? Tadi saja di Kiaracondong juga sudah padat, kebayang kalau diambil lagi satu sisi untuk lajur bus. Maka jangan sampai membuat keputusan tidak melakukan uji coba, tidak merasakan sendiri seperti apa,” terangnya.
“Ini Pemprov masih menyediakan bus, sedangkan kalau masyarakat umum betul -betul kita harapkan pindah ke transportasi publik yang nyaman, aman, dan tepat waktu. Jangan sampai masyarakat (mengeluh) ‘ah lama naik bus’ lalu balik lagi pakai motor atau pakai ojeg,” tambahnya.
Menurunya, bila konsep Friday Car Free sukses diterapkan di lingkungan Gedung Sate, tidak menutup kemungkinan akan diterapkan di dinas lain. Di sisi lain, kebijakan ini juga setidaknya punya harapan untuk dapat menurunkan penggunaan kendaraan pribadi dan polusi udara.
“Jadi sekali- kali Gedung Sate bebas dari polusi kendaraan,” ujarnya.
Namun, Bey juga memahami masih ada pegawai masih menggunakan kendaraan pribadi dengan parkir di titik terdekat Gedung Sate. Misalnya di PT Pos, Kampus LAN, Pusdai, dan beberapa tempat lainnya.
Dapatkan berita menarik lainnya dari Bukamata.id di Google News, Klik di Sini