“Jika memang harus dirilis oleh Partai Golkar, sebaiknya cukup disebut sebagai survei internal Golkar saja. Ketika hasil survei dirilis dengan menyebut nama lembaga surveinya serta memberikan narasi dari sudut pandang Golkar tingkat kota, seolah-olah ingin melakukan justifikasi bahwa survei ini dilakukan oleh lembaga profesional, bukan sekadar internal Golkar, dan kemudian diframing untuk kepentingan politik tertentu,” bebernya.
“Karena itu, jangan heran jika publik kemudian menjadi curiga atau muncul polemik terkait rilis tersebut, sementara pengumuman keputusan final masih menunggu dari DPP Golkar,” lanjutnya.
Adi mengatakan, dalam demokrasi elektoral saat ini, survei menjadi instrumen penting bagi partai politik sebagai data saintifik guna pengambilan keputusan pengusungan calon-calon kepala daerah.
“Namun tentunya survei bukan sebagai penentu mutlak, sebab ada berbagai pertimbangan dari kemungkinan variabel lain yang harus ditelaah juga, misalnya kapasitas calon, kesiapan logistik, dan tidak kalah penting, pasangan calon wakilnya yang akan melengkapi,” jelasnya.
Karenanya, setiap partai politik memiliki prosedur dan mekanisme masing-masing.
“Yang namanya politik, selalu masih terbuka kemungkinan bahwa dari pihak penentu keputusan, dalam hal ini DPP partai, bisa saja memilih calon kepala daerah yang bisa jadi perolehan elektabilitas di surveinya bukan yang tertinggi,” tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, DPD Partai Golkar Cimahi mengumumkan hasil survei terhadap Bacawalkot Cimahi untuk Pemilihan Wali Kota (Pilwalkot) Cimahi 2024. Survei ini adalah tahap kedua yang dilakukan pada periode tanggal 9-13 Juli 2024 oleh lembaga survei Indikator Politik.
Dapatkan berita menarik lainnya dari Bukamata.id di Google News, Klik di Sini