bukamata.id – Nama Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, kini menjadi perbincangan hangat di kalangan publik. Bukan karena kebijakan atau prestasi gemilangnya, melainkan karena tunggakan pajak kendaraan pribadinya yang mencapai angka fantastis.
Sebuah mobil mewah jenis Lexus LX600 4×4 keluaran tahun 2022 dengan nomor polisi B 2600 SME tercatat memiliki tunggakan pajak sebesar Rp41,7 juta. Berdasarkan data resmi dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta per 19 April 2025, kewajiban pajak tersebut belum dilunasi sejak 19 Januari 2025.
Menanggapi hal ini, pakar kebijakan publik sekaligus Dekan FPIPS Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Cecep Darmawan, menegaskan bahwa seorang pemimpin harus menjadi contoh yang baik dalam kepatuhan terhadap aturan.
“Kita berprasangka baik, mungkin lupa atau sedang proses mutasi kendaraan ke Jawa Barat. Tapi tetap saja, kewajiban pajak itu harus dibayar tepat waktu,” ungkap Cecep saat dihubungi bukamata.id, Rabu (23/4/2025).
Ia juga menilai pernyataan Dedi Mulyadi yang menunggu proses mutasi kendaraan sebelum membayar pajak tidak tepat, apalagi mengingat posisinya sebagai kepala daerah.
“Statemen Pak Dedi menurut saya tidak pas ya, kalau begitu orang akan nanti ah bayar pajak kalau sudah mutasi, padahal sudah jatuh tempo,” tegasnya.
Cecep menyarankan agar Dedi segera menyelesaikan kewajiban pajaknya agar tidak memicu spekulasi negatif di ruang publik. Terlebih, Dedi dikenal sebagai penggagas program pemutihan pajak kendaraan di Jawa Barat.
“Sebagai publik figur tentu ada yang mengingatkan itu wajar, tapi di ruang publik atau media sosial orang bisa multi tafsir ya, terlepas orang itu mengingatkan atau menyerang, lebih baik Pak Dedi menutup peluang-peluang itu, kan kalau sudah dibayar mah orang mau bilang apa juga sudah dibayar, yang jelas seorang pemimpin harus mencontohkan,” tambahnya.
Dikonfirmasi terkait hal ini, Dedi Mulyadi menjelaskan bahwa ia memang telah membayar pajak mobil tersebut, namun proses mutasi ke Jawa Barat memerlukan waktu karena kendaraan masih atas nama pihak leasing.
“Karena ini masih atas nama orang lain, prosesnya agak lama. Harus melalui mekanisme leasing, tidak bisa saya langsung,” jelas Dedi di Gedung Pakuan, Rabu (23/4/2025).
Dedi juga menegaskan tidak ingin memanfaatkan jabatannya untuk mempercepat proses tersebut.
“Mungkin ya seminggu atau dua minggu ke depan. Karena saya tidak pernah mau menggunakan kekuasaan ini untuk urusan pribadi, maka saya tuh tidak cerita sama siapapun,” ujarnya.
“Kemarin PLT Bapenda Jabar telepon saya, ‘pak kenapa enggak minta bantuan? Ini kan urusan pribadi bukan urusan pemerintah, gitu loh. Sudah deh, Pak, saya teleponin’. Tapi saya bilang jangan dikurangin biayanya, saya harus tetap bayar sebagaimana kewajiban saya karena saya sudah bayar, gitu. Jadi enggak ada persoalan apa namanya nunggak dan kemudian jatuh temponya itu di Januari. Sekarang baru apa? April. Dan proses mutasinya kan jalan,” lanjutnya.
Harta Kekayaan Dedi Mulyadi
Di tengah kontroversi tunggakan pajak, publik juga menyoroti harta kekayaan Dedi Mulyadi yang tercatat dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) pada 20 Agustus 2024. Total kekayaannya mencapai Rp12.815.243.199.
Aset terbesarnya berada di sektor properti, dengan kepemilikan 116 unit tanah dan bangunan di wilayah Purwakarta dan Subang senilai Rp7,36 miliar, yang diperoleh dari hasil usaha pribadi.
Selain itu, Dedi juga dikenal sebagai kolektor kendaraan mewah, termasuk:
- Lexus LX600 (2022) senilai Rp3,9 miliar
- Lexus Minibus/Microbus (2023) senilai Rp1,95 miliar
- Mercedes-Benz E300 Coupe (2018) senilai Rp1,5 miliar
- Triumph Scrambler 1200 XE (2019) senilai Rp440 juta
- Vespa Sei Giorni Limited Edition (2020) senilai Rp170 juta
- Sepeda Polygon Collosus T8 (2017) senilai Rp20 juta
- Honda (2003) senilai Rp24 juta
Total nilai kendaraan dan sepeda mewahnya mencapai Rp8 miliar. Aset lainnya termasuk harta bergerak senilai Rp160 juta, kas dan setara kas Rp1,15 miliar, dengan hutang sebesar Rp3,83 miliar.
Tunggakan pajak kendaraan mewah di tengah kekayaan yang melimpah ini menimbulkan pertanyaan publik mengenai tanggung jawab moral dan hukum seorang pejabat negara. Masyarakat berharap Dedi Mulyadi segera menyelesaikan kewajibannya untuk menjaga kepercayaan publik.