bukamata.id – Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil menyinggung sistem demokrasi yang dianut Indonesia. Ini berimbas pada cara pandang masyarakat terhadap pemimpin yang dipilihnya, termasuk urusan pencitraan.
Orang nomor satu di Jabar itu pun mengingatkan agar masyarakat jangan kaget dengan segala keputusan politik yang terjadi. Sebab berkaca dari 2019, hal itu terjadi dalam pemilihan presiden (pilpres).
“Koalisi (berubah) juga jangan kaget. Tiba-tiba detik terkahir pindah kesana. Sok 2019, Pak Maruf Amin gak ada balihonya, tiba-tiba jadi oleh sebuah peristiwa,” kata Kang Emil, sapaannya, di Kota Bandung, Kamis (31/8/2023).
Menurut Kang Emil, kondisi saat ini juga bisa saja tak jauh berbeda dengan 5 tahun lalu. Berbagai kejutan akan hadir setiap pesta demokrasi tiba.
“Tapi kita berdoa siapa pun yang nanti terpilih dan ratusan kepala daerah (terpilih), harus pilih pemimpin yang kerja,” pesan Kang Emil.
Kang Emil menjelaskan, sistem demokrasi yang dianut Indonesia menghasilkan setiap masyarakat memilih orang yang disukai, bukan orang yang pintar.
“Untuk disukai, tidak perlu pintar, tapi cukup pencitraan. Makanya bisnis pencitraan menjadi penting karena tiba-tiba yang ingin dipilih disukai. This is complicated game,” tuturnya.
Sebaliknya, lanjut Kang Emil, apabila memilih sesuai kapasitas, hal itu dinamakan meritokrasi. Hanya orang-orang terpilih yang nantinya akan memimpin.
“Demokrasi gak begitu. One man one vote. Apakah karena penampilannya, kesukuannya, maaf yah, agamanya, apakah wani pironya last minute, gak ada yang tau,” ujarnya.
Dapatkan berita menarik lainnya dari Bukamata.id di Google News, Klik di Sini