JPU menuntut ketiganya dengan hukuman pidana penjara selama 1 tahun. Tak hanya itu, JPU juga menuntut agar Kapal FC Ben Glory yang telah disita oleh pengadilan turut dirampas oleh negara dan diberikan sebagai ganti rugi kepada korbannya, PT SLE.
Perihal dakwaan dan tuntutan pidana itu, Sabri menilai terkesan dipaksakan. Sebabnya, dari fakta hukum dan fakta persidangan, tidak ada yang bisa membuktikan pasal 404 ayat 1 KUHP Pidana.
“Kami tanyakan di persidangan ketika saksi pelapor Tan Paulin (Direktur SLE) dan adiknya Denny Irianto (Dirut SLE) menjadi saksi di persidangan, adakah perjanjian lain selain daripada perjanjian jasa alihmuat, keduanya menjawab tidak ada. Jadi, sebenarnya tidak ada dasar menjadi surat dakwaan. Sangat kental sekali pemaksaan,” jelas pengacara senior itu.
Sementara kapal FC Ben Glory adalah milik PT IMC dan bukan milik para terdakwa yang hanya merupakan profesional di perusahaan dan tidak ada fakta hukum yang membuktikan bahwa kapal tersebut diperoleh dari tindak kejahatan atau digunakan untuk kejahatan. “
Karena itu dalam nota pembelaan kami meminta agar para terdakwa dibebaskan dari segala dakwaan dan kapal FC Ben Glory dikembalikan kepada IMC, selaku pemilik sahnya,” tegas Sabri.
Profesor Elfrida Ratnawati Gultom, pakar hukum dari Universitas Trisakti selaku saksi ahli yang meringankan terdakwa, menyatakan bahwa perjanjian ini memenuhi unsur-unsur sah perjanjian sesuai dengan Pasal 1320 KUHPerdata.
“Oleh karena itu, perjanjian alih muat ini masuk ke ranah perdata, bukan pidana, dan segala perselisihan terkait perjanjian tersebut seharusnya diselesaikan melalui mekanisme perdata seperti arbitrase atau musyawarah,” tandasnya.
Dapatkan berita menarik lainnya dari Bukamata.id di Google News, Klik di Sini