Pada 1998, Dono muda kembali turun ke jalan. Ia dan teman-temannya mengahadang aparat keamanan yang mencoba merangsek masuk ke Universitas Katolik Atmajaya, Semanggi, Jakarta Selatan.
Keberanian Dono memperjuangkan reformasi, diungkapkan dalam buku ‘Warkop Main-Main Jadi Bukan Main’ karya Rudy Badil dan Indro Warkop. Jurnalis Kompas, Budiarto Shambazy yang dipercaya menuliskan kata pengantar, masih mengingat dengan jelas kejadian bersejarah tersebut.
Saat itu Jumat 13 November 1998, ketika Jakarta masih mencekam karena peristiwa 12 Mei 1998 yang menewaskan empat mahasiswa Universitas Trisakti. Saat itu, mahasiswa menuntut Soeharto mundur sebagai Presiden.
Budiarto yang berada di lokasi mengatakan, dia dan ratusan mahasiswa yang berlindung di UAJ diberondong senjata api selama satu jam. Rentetan tembakan tersebut berlangsung sejak pukul 20.30 WIB.
“Dono memang nekat. Setiap kali berondongan senjata diarahkan ke kampus, dia malah menantang badai. Dengan wajah melas tapi kocak, dengan barisan giginya yang ‘maju tak gentar’, Dono dinobatkan mahasiswa menjadi penyemprot utama selang raksasa,” tulis Budiarto.
Selang itu, diarahkan Dono ke barisan tentara yang berada di jalur kanan Jalan Jenderal Sudirman. Sebagian prajurit yang melihat ulah Dono hanya bisa menggelengkan kepala sambil tersenyum.
Budiarto menjelaskan, Dono menjadi aktivis politik yang ikut menyusun lahirnya Reformasi 1998 dan bertujuan menggulingkan Soeharto. Bahkan, Dono juga turut menyiapkan terms of reference untuk seminar-seminar, mengatur kunjungan ke DPR, hingga menyiasati demo-demo mahasiswa.
Dapatkan berita menarik lainnya dari Bukamata.id di Google News, Klik di Sini