Bukan hanya itu, kecurangan lainnya yakni ada pada aplikasi Sirekap. Padahal menurutnya, teknologi yang digunakan Sirekap tersebut bukanlah teknologi terkini, namun sudah digunakan sejak 110 tahun yang lalu.
“Sekarang sudah mulai perhitungan suara dan salah satu teknologi yang dipakai adalah yang namanya OMR atau OCR. Seolah-olah temen-temen media juga dibuat takjub oleh teknologi itu, padahal itu teknologi kuno. Sudah diciptakan sejak 110 tahun yang lalu,” katanya.
Tapi kenapa sangat konyol ketika dipakai sekarang? Kalau tidak ada unsur tertentu di dalamnya. Artinya, teknologi yang dipakai OMR atau OCR itu biasa, itu dipakai untuk memindai dan ini sebenarnya simple kalau ada kesalahan. Kalau ada 1 dibaca 4 dibaca 7 itu normal, tapi disini terjadi sebuah algoritma otomatis yang bisa membuat atau menambah, 48 menjadi 748,” sambungnya.
Di sisi lain, Roy juga menolak keras pernyataan salah satu komisioner KPU yang menyebutkan jika semua data yang ada di KPU berada di dalam negeri.
“Saya menolak keras itu. Sistem IP KPU sekarang didaftarkan terletak di Singapura, datanya itu ada cloud. Data di cloud itu tidak di Indonesia dan itu melanggar UU PDP nomor 27 tahun 2022,” tandasnya.
Sementara itu, wakil rektor ITB juga dilaporkan ke Bareskrim Polri atas dugaan keterlibatannya dalam pembuatan aplikasi Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap).
Laporan tersebut dibuat oleh Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI). Koordinator TPDI, Petrus Selestinus mengatakan, pihaknya tak hanya melaporkan wakil rektor ITB, namun juga Ketua dan Komisioner KPU.
Dapatkan berita menarik lainnya dari Bukamata.id di Google News, Klik di Sini