Tampubolon mencontohkan, musik menjadi salah satu dari subsektor yang ekosistem ekonomi kreatifnya sudah terbentuk. Saat ini, sudah banyak diskursus-diskursus termasuk pembicaraan tentang hak royalti didalamnya.
“Kita mengetahui dalam KI itu ada dua hak, hak moral dan hak ekonomi. Nah kalau yang saya lihat sekarang kan kita masih lebih banyak membicarakan hak moral, kedepannya setelah ada Komersialisasi KI yang lebih masif dengan diterbitkannya SPI 321 ini, nanti kita akan banyak ngomong tentang hak ekonomi. Itu impact dari Komersialisasi KI yang semakin masif,” tuturnya.
Termasuk juga dalam film. Menurutnya, saat ini tak sedikit film Indonesia yang sukses menguasasi box office di tanah air mengalahkan film-film dari luar negeri.
“Pertanyaannya adalah apakah penggiat film sudah bankable, sudah diterima bank untuk misalnya menjadikan film itu katakanlah skenarionya atau hak cipta di bidang filmnya menjadi agunan? Itu masih pertanyaan yang mengganggu. Waktu itu sebelum ada SPI, pihak perbankan selalu menyebut mereka belum bisa meng-exercise ini karena belum ada pedomannya yaitu SPI 321 ini,” bebernya.
Oleh karena itu, pihaknya berharap setelah adanya sosialisasi SPI 321 ini, seluruh kekayaan intelektual bisa dijadikan sebagai jaminan utang.
“Singkatnya bagaimana sebuah KI yang bernilai ekonomi betul-betul bisa dipersamakan seperti aset berwujud. Misalnya kalau orang punya rumah, rumah ini nanti bisa dijadikan agunan, nanti KI seperti misalnya film yang saya sebut tadi,” ungkapnya.
“Seperti film KKN di Desa Penari, ga terbayang itu nilainya jauh lebih tinggi dari gedung-gedung bertingkat itu. Tapi belum ada keyakinan sebelumnya bahwa itu bernilai,” tambahnya.
Dapatkan berita menarik lainnya dari Bukamata.id di Google News, Klik di Sini