Sementara itu, Ketua Komite Penyusun Standar Penilaian Indonesia Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (KPSPI MAPPI), Hamid Yusuf mengatakan, SPI 321 yang telah disusun bukan hanya masalah yang berhubungan dengan kekayaan intelektual saja, tapi lebih luas dari itu.
“Jadi setiap ada orang yang mau ngambil kredit ke bank, perlu agunan, yang menentukan nilai agunannya supaya berapa jumlah kredit yang diberikan itu ditentukan oleh penilai. Jadi penilai itu ada di sektor private, penilai publik, lalu ada penilai internal bank,” katanya.
Selain penjaminan utang, Hamid menjelaskan jika SPI 321 ini juga untuk membantu pihak-pihak dari sektor ekonomi menengah ke bawah, yang dikenal sebagai ekonomi yang membangun basis kreativitas untuk bisa menggerakkan perekonimian keluarga.
Menurutnya, hal ini juga yang diamanahkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) bagaimana mendukung pendanaan mereka tanpa perlu adanya jaminan.
“Disitulah terlibatnya yang namanya penilaian, itulah yang kami susun dan itu sesuatu yang sudah biasa di luar, karena ini sesuatu yang sekarang di dunia sedang dibangun, kenapa? Karena yang kita jadikan objek bukan tanah bangunan ini, tapi sesuatu yang tidak berwujud tadi, hak seseorang yang disitu ada potensi ekonominya,” bebernya.
“Standar ini coba menjawab itu, hampir lebih dari satu tahun sejak 2021 itu sudah mulai kita coba susun, selanjutnya harus melalui tahap pembahasan, dan akhirnya pada awal bulan ini (Mei), kita sudah tetap kan dan ini sudah menjadi standar yang berlaku bagi seluruh praktisi penilai di seluruh Indonesia. Berdasarkan kewenangan yang diberikan kepada penilai,” sambungnya.
Dapatkan berita menarik lainnya dari Bukamata.id di Google News, Klik di Sini