Hedi pun mempersilahkan masyarakat untuk mengajak warga lainnya memilih calon pasangan kepala daerah yang diyakininya akan mampu memimpin dengan baik. Asalkan, ajakan tersebut tidak dibarengi dengan politik uang.
“Hal yang tidak boleh adalah ngajakin terus kitanya sambil bagi-bagi amplop, itu bu yang merusak teh, itu yang merusak demokrasi kita teh,” ujarnya.
Mau sampai kapan juga, kalau kita semuanya yang di sini pengurus Pitaloka gagah nih sosialisasinya. Tapi setelah beres (sosialisasi), ‘mana tim sukses teh? Kenapa belum ada yang nitipin amplop?’, ah percuma bu,” katanya.
Menurutnya, bangsa Indonesia tidak akan maju jika pola pikir masyarakatnya masih dengan cara-cara konvensional.
“Mau ngomongin kemana juga, kalau kita pola pikirnya masih kaya gitu ga akan maju bu, asli. Mau sampai kapan bangsa kita cara berpolitiknya masih pola-pola konvensional seperti itu,” imbuhnya.
Hedi juga mengingatkan, untuk tidak terbuai dengan janji-janji manis para calon kepala daerah. Sebab menurutnya, calon yang dipilih nanti akan menentukan nasib masyarakat dan daerahnya dalam 5 tahun kedepan.
“Kalau misalkan ibu-ibu sekarang pilih gubernur, bupati dan wali kota cukup diselesaikan Rp200.000, cukup diselesaikan dengan Rp50.000, ibu-ibu semuanya tidak berhak menagih janji apapun. Kenapa? Karena sudah dibeli. Kata calon terpilih, ‘kan udah sama saya kemarin bayar, ibu-ibu tidak perlu menuntut apapun, selesai urusan kita’,” bebernya.
Oleh karena itu, Hedi pun mengajak untuk menjadi pemilih yang bijak dengan datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) pada 27 November 2024 mendatang dan tolak politik uang.
Dapatkan berita menarik lainnya dari Bukamata.id di Google News, Klik di Sini