bukamata.id – Akses utama yang menjadi nadi kehidupan warga di Desa Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, masih lumpuh setelah jembatan penghubung dua kampung ambruk diterjang banjir sebulan lalu. Tak ingin terus terisolasi, warga bergotong royong membangun jembatan darurat dari anyaman bambu demi tetap bisa beraktivitas sehari-hari.
Jembatan ini bukan sekadar penghubung, tetapi jalur vital yang dilalui anak-anak sekolah hingga warga yang menjalankan aktivitas ekonomi. Kini, mereka harus melewati jembatan bambu sederhana yang rentan hanyut oleh derasnya aliran sungai.
“Jalan ini bukan alternatif, ini jalan utama. Dari anak sekolah sampai yang berdagang semua lewat sini,” ujar Nendi (42), tokoh masyarakat Kampung Sukamaju, dikutip Kamis (17/4/2025).
Baca Juga: Ayah Biologis Anak Lisa Mariana Terkuak, Bukan Ridwan Kamil!
Ia menambahkan, warga yang menyeberang setiap hari dilanda kekhawatiran, terutama saat hujan turun deras.
“Kami was-was. Jembatan darurat ini bisa hanyut kapan saja kalau air naik,” ujarnya.
Camat Padalarang, Agus Achmad Setiawan, mengonfirmasi bahwa pihaknya telah meninjau langsung kondisi jembatan yang roboh. Menurutnya, kerusakan disebabkan kikisan arus sungai yang deras saat banjir.
“Kami sudah cek dan ajukan perbaikannya. Sekarang tinggal menunggu proses teknis dari Dinas PUTR KBB,” katanya.
Namun, proses perbaikan belum bisa segera dilakukan karena status jembatan berada di atas saluran pengairan, bukan sepenuhnya di bawah kewenangan desa. Hal ini membuat pemerintah desa harus mencari tahu lebih lanjut, apakah perbaikan menjadi tanggung jawab BBWS Citarum Harum atau PUPR bidang pengairan.
Baca Juga: Bejat! Ayah di Cianjur Perkosa Anak Kandung Sejak SMP
“Kalau milik BBWS, prosesnya harus ke provinsi. Kalau milik PUPR KBB, cukup izin ke kabupaten,” jelas Kepala Desa Padalarang, Karom.
Menurut Karom, pembangunan jembatan secara permanen membutuhkan dana sekitar Rp800 juta, termasuk bronjong dan tembok penahan tanah (TPT) untuk memperkuat struktur dari ancaman longsor atau banjir. Ia menyatakan kesiapannya untuk menggeser anggaran pembangunan lain agar proyek ini bisa segera terlaksana.
“Kami ingin jembatan nanti bisa dilalui mobil, minimal roda empat. Karena ini kebutuhan mendesak, kami upayakan sesegera mungkin,” tegasnya.
Kepala desa dan camat kompak menyampaikan apresiasi tinggi atas inisiatif warga yang membangun jembatan darurat secara swadaya. Di tengah keterbatasan, masyarakat Padalarang menunjukkan bahwa solidaritas dan semangat gotong royong masih menjadi kekuatan utama di saat krisis.
Namun, kondisi ini sekaligus menjadi alarm keras bagi pemerintah untuk bertindak lebih cepat dalam menangani infrastruktur vital yang menyangkut keselamatan dan kesejahteraan masyarakat.