Menurutnya, saat ini banyak masyarakat yang lebih tertarik dengan konten visual. Sehingga dalam pembuatan konten, harus disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat yakni bukan lagi membaca tapi melihat gambar.
“Kalau baca melihat judulnya aja udah males duluan. Sekarang masyarakat lebih ke video 20 detik, bentuk yang mungkin instan, itu yang diharapkan masyarakat, padat dan singkat. Jadi kualitas dan kecepatan yang diperlukan oleh masyarakat,” katanya.
Perkembangan media sosial ini bisa memberikan makna baru bagi para aktivis Islam. Akademisi Ilmu Komunikasi, Ersyad Muttaqien menilai bahwa dengan bermain media sosial, seseorang bisa mendapat pahala sekaligus dosa di dua tempat, di dunia nyata dan dunia maya.
“Kalau dulu kakek nenek kita itu cuman berdosa sama tetangganya, kalau sekarang kita bisa berdosa ke artis, ustadz, kyai yang sebetulnya kita belum pernah bertatap muka,” ucap Ersyad.
Sehingga menurutnya, kehadiran media sosial ini menjadi sebuah keuntungan sekaligus tantangan.
“Saat kita membuka media sosial, kemungkinan berbuat dosa itu semakin besar dan kita terus-menerus dilenakan oleh informasi yang menjerumuskan kita ke dosa besar dan banyak,” ungkapnya.
Ersyad memandang, literasi media menjadi PR yang sangat besar bagi seorang muslim dan aktivitis Muhammadiyah.
“Bagaimana kita melihat media itu dengan membuat, menemukan, mengkomunikasikan dan mengevaluasi apapun yang ada di media dengan pijakan dua hal, pijakan etis atau moral dan pijakan pengetahuan yang luas,” terangnya.
Di sisi lain, media sosial juga bisa menjadi sumber penghasilan. Namun, hal ini perlu memahami yang namanya strategi digital marketing sebagai salah satu kebutuhan untuk bisa menghadapi persaingan bisnis.
Dapatkan berita menarik lainnya dari Bukamata.id di Google News, Klik di Sini