bukamata.id – Kementerian Pertanian (Kementan) resmi menetapkan harga acuan ayam hidup (livebird) di tingkat peternak sebesar Rp18.000 per kilogram, berlaku secara nasional mulai 19 Juni 2025. Keputusan ini diambil sebagai bentuk perlindungan terhadap peternak rakyat dan usaha kecil yang selama ini tertekan oleh fluktuasi harga pasar.
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Agung Suganda, menegaskan bahwa kebijakan ini lahir dari konsensus seluruh pemangku kepentingan dalam industri perunggasan.
“Seluruh pihak telah menyepakati harga livebird paling rendah Rp18.000/kg sebagai bentuk perlindungan terhadap peternak mandiri dan usaha kecil. Kami harap semua pelaku usaha mematuhi harga kesepakatan karena ini adalah hasil konsensus bersama untuk keberlangsungan industri perunggasan nasional yang sehat dan adil,” ujar Agung dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (20/6/2025).
Harga Pasar Masih di Bawah HPP
Berdasarkan data dari Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (PINSAR) Indonesia per 16 Juni 2025, harga ayam hidup di lapangan masih berada pada kisaran Rp15.000–Rp17.000 per kilogram, padahal harga pokok produksi (HPP) peternak berkisar antara Rp16.935 hingga Rp17.646/kg.
“Situasi ini tidak normal. Jika harga jual livebird terus berada di bawah HPP, maka akan mengancam keberlanjutan usaha peternak mandiri,” tegas Agung.
Agung juga menyoroti bahwa fluktuasi harga tidak hanya disebabkan oleh ketidakseimbangan pasokan dan permintaan, namun juga oleh faktor non-teknis seperti psikologi pasar dan praktik dagang yang tidak efisien. Ia menyebut adanya rantai distribusi yang terlalu panjang dan didominasi oleh broker, yang mengambil margin hingga 67 persen.
Satgas Pangan Ungkap Dugaan Manipulasi Pasar
Kepala Satgas Pangan Polri, Brigjen Pol Helfi Assegaf, menyampaikan bahwa hasil pemantauan di Banten dan Jawa Barat mengindikasikan adanya manipulasi harga di pasar ayam hidup.
“Ini adalah anomali pasar yang tidak bisa dibiarkan. Harga jual livebird harus mencerminkan biaya produksi yang adil,” ujarnya.
Satgas Pangan akan melakukan pengawasan ketat dan tak segan menindak pihak-pihak yang terbukti melanggar hukum. Tindakan seperti pembentukan harga secara sepihak dan merugikan peternak bisa dikategorikan sebagai praktik monopoli.
“Jika di kemudian hari ditemukan adanya pelanggaran atau perubahan harga secara sepihak yang mengandung unsur pidana, maka akan diambil langkah hukum, baik dalam bentuk sanksi pidana maupun administratif,” tambah Helfi.
Momentum Sinergi Program Pangan Nasional
Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan dari Badan Pangan Nasional, I Gusti Ketut Astawa, menilai kebijakan ini selaras dengan pelaksanaan program strategis nasional, termasuk Makan Bergizi Gratis (MBG).
“Dengan begitu, penyerapannya bisa lebih optimal, distribusi menjadi lebih merata, dan kesejahteraan peternak dapat meningkat secara berkelanjutan. Ini adalah momentum penting untuk menyinergikan kebijakan pangan dengan kepentingan peternak rakyat,” jelasnya.
Mentan: Peternak Kecil Tidak Boleh Ditinggalkan
Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, turut memberikan pernyataan tegas bahwa negara harus hadir untuk peternak kecil. Ia meminta seluruh jajaran Kementan ikut turun tangan memastikan kebijakan ini berjalan efektif.
“Iya, itu janjinya kedua belah pihak. Kami minta, itu peternak kecil jangan dibiarkan jalan sendiri. Aku minta Dirjen, Direktur, turun tangan semua,” kata Mentan.
Langkah Strategis: Koperasi & Distribusi DOC
Sebagai bagian dari strategi jangka panjang, Kementan mendorong implementasi Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 10 Tahun 2024, yang mengatur distribusi bibit ayam (DOC FS). Peraturan ini mewajibkan minimal 50 persen distribusi DOC untuk peternak eksternal, sementara sisanya untuk internal dan mitra perusahaan.
Pemerintah juga tengah memperkuat kelembagaan peternak melalui pembentukan koperasi, guna meningkatkan posisi tawar mereka dalam rantai pasok.