Proyek itu dibagi menjadi dua yaitu jalan sepanjang 52,5 km dengan biaya Rp177 miliar dan jalan 19,5 km dengan anggaran Rp78 miliar.
Seluruh biaya perbaikan jalan itu dibiayai utang dari PT SMI. Sehingga selama tiga tahun sejak saat itu, Pemda KBB harus mencicil pinjaman dengan bunga 6,26% atau sekitar Rp98 miliar/tahun.
Ruas jalan yang dibangun adalah Jalan Selacau-Cililin; Cililin-Sindangkerta; Sindangkerta-Celak; Celak-Gununghalu; Bunijaya-Cilangari; Cilangari-Cisokan. Kemudian Jalan Rancapanggung-Cijenuk; Cijenuk-Sarinagen; dan Sarinagen-Baranangsiang. Termasuk pembangunan Jembatan Tajim diperbatasan Celak dan Sindangkerta.
Perjanjian pinjaman daerah bersama salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bawah Kementerian Keuangan, PT SMI Persero itu, merupakan salah satu obsesi dari pemerintahan Aa Umbara-Hengki Kurniawan (Akur) kala itu.
Mereka ingin merealisasikan percepatan pembangunan insfrastruktur jalan, melalui program “Jalan Leucir” yang digaungkan selama kampanyenya.
Awalnya Pemda KBB mengusulkan pinjaman senilai Rp323.000.000.000. Namun satu ruas jalan dibatalkan, karena diperbaiki pihak Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), maka nominal pinjaman menjadi berkurang.
Saat itu, Bupati Bandung Barat Aa Umbara Sutisna mengatakan, langkah pinjaman daerah dilakukan untuk menjadikan jalan kabupaten ‘Leucir’ dalam waktu singkat.
Ini dikarenakan kalau mengandalkan dana dari APBD KBB, maka perlu waktu sekitar lima tahun untuk mewujudkannya. Ketika itu, Aa Umbara meyakini pinjaman akan terbayarkan dalam waktu tiga tahun atau sebelum masa pemerintahan Akur berakhir. Namun dikarenakan berbagai kendala akhirnya pelunasan utang itu baru bisa selesai di tahun 2024.
Dapatkan berita menarik lainnya dari Bukamata.id di Google News, Klik di Sini