Selain digunakan dalam produk kemasan pangan, BPA juga ditemukan dalam berbagai produk sehari-hari lainnya seperti tambal gigi, makanan dan minuman kaleng, serta kertas termal yang digunakan untuk struk belanja.
“BPA ini tidak lepas dari kehidupan sehari-hari kita. Suka tidak suka, sadar tidak sadar kita terpapar oleh BPA. Jadi, hal yang perlu diperhatikan pada kemasan ini adalah batas aman, dan itu sudah diatur oleh regulator, dalam hal ini BPOM,” jelasnya.
Zainal menyebut, penelitian ini merupakan bagian dari upaya mengedukasi masyarakat mengenai kualitas dan keamanan AMDK yang berbasis pada serangkaian uji ilmiah yang ketat, tepercaya dan independen.
“Apapun jenisnya, semua galon yang beredar dipasaran harus diperlakukan dengan baik dan benar, termasuk memastikan galon tidak terpapar suhu ekstrem, yaitu di atas 150 derajat Celcius. Dengan edukasi yang tepat, masyarakat tidak perlu khawatir mengkonsumsi air kemasan galon,” tuturnya.
Sementara itu, Dokter Spesialis Penyakit Dalam dengan subspesialis Endokrinologi, Metabolisme, dan Diabetes, Laurentius Aswin Pramono menjelaskan, bahwa belum ada penelitian yang secara pasti membuktikan BPA menyebabkan gangguan kesehatan.
“Saya tegaskan bahwa sampai saat ini, belum ada bukti kuat atau data ilmiah yang cukup untuk menyatakan bahwa BPA dapat menyebabkan masalah kesehatan, baik itu gangguan hormonal atau bahkan diabetes,” ucap Aswin.
Aswin mengatakan, hasil penelitian yang ada saat ini membuktikan BPA ketika masuk ke dalam tubuh akan didetoksifikasi oleh hati, dibuang menjadi urin dan feses, sehingga zat tersebut tidak masuk ke dalam sistem peredaran darah.
Dapatkan berita menarik lainnya dari Bukamata.id di Google News, Klik di Sini