“Jadi banyak negara yang tadinya dia terpilih dari satu pemilhan umum yang demokratis, Hungaria itu adalah contoh nyata bagaimana pemimpinnya itu terpilih melalui satu pemilihan umum yang demokratis tetapi ketika terpilih lagi kemudian yang dia lakukan itu adalah justru memperlihatkan kemunduran demokrasi di negara itu,” tuturnya.
Kedua adalah instusi kelembagaan yang mempunyai fungsi untuk mengimbangi atau melakukan super visi kalau tidak dihapus, dilemahkan.
“Bagaimana Indonesia? Anda sudah tahu 2019 sudah keluar Undang-undang KPK dan itulah yang ditengarai dimulainya pelemahan KPK. KPK menjadi objek dari hak angket tetapi justru perubahannya itu didalam Undang-undang MD3 yaitu ketika UUD MD3 habis diuji di MK,” katanya.
Menurutnya, bahwa KPK menjadi objek angket bukan didalam Undang-undang KPK nya tetapi dalam Undang-undang MD3.
“Bahaya betul kalau lembaga lembaga independen itu kemudian menjadi objek dari hak angket,” ujarnya.
Ketiga adalah sentralisasi. Susi mengatakan, kekuasaan-kekuasaan eksekutif itu menjadi sangat tersentralisasi dan menjadi politisasi.
“Jadi politisasi dan sentralisasi dari kekuasaan-kekuasaan eksekutif,” imbuhnya.
Keempat, ruangan-ruangan publik itu menjadi mengecil. Dan kelima, tidak ada kompetisi politik yang sehat.
“Jadi semuanya mau diakomodasi jadi koalisi,” ungkapnya.
Susi menilai, jika kelima elemen ini ada dalam sebuah negara, maka dipastikan negera itu tengah mengalami kemunduran demokrasi.
“Bagaimana kondisi Indonesia saat ini? Anda tahu MKMK, anda tahu DKPP hasilnya Anwar Usman terbukti melanggar etik berat. Kemudian DKPP, ketua KPU terbukti melanggar etik, disanksi peringatan keras terakhir,” bebernya.
Dapatkan berita menarik lainnya dari Bukamata.id di Google News, Klik di Sini