“Program ini tidak berhenti pada pelatihan saja. Setelah pelatihan, para peserta akan terus dipantau dan dibantu dalam mengatasi tantangan yang mereka hadapi di lapangan,” ujar Agung.
Selain kopi, madu dan rempah juga menjadi komoditas andalan yang dikembangkan melalui program ini. Dengan demikian, para eks napiter dapat memanfaatkan potensi desa dan lahan yang disediakan oleh Perhutani untuk menjalankan usaha pertanian secara berkelanjutan.
Sementara itu, Kanit 1 Subdirektorat Integrasi Koordinasi, Direktorat Identifikasi dan Sosial, Densus 88/AT, AKBP Vanggivantozy Praduga Satria menuturkan, selain diberi keterampilan bertani, para peserta juga diberi akses konsesi lahan.
“Setiap kelompok akan menggarap lahan seluas 50 hektar bersama masyarakat. Kalau ada 5 kelompok berarti konsesi lahan sekira 250 hektare,” ungkap Vanggi.
Vanggi mengatakan, berbagai program dan sarana itu merupakan pendekatan deradikalisasi yang bersifat lunak atau soft approach. Menurutnya, metode itu dipilih karena masyarakat Indonesia cenderung berwatak ramah.
“Metode ini juga menarik perhatian sejumlah negara seperti Singapura, Malaysia, Brunei, Filipina, Thailand, Australia, terakhir dari Inggris dan Swiss,” tandasnya.
Dapatkan berita menarik lainnya dari Bukamata.id di Google News, Klik di Sini