bukamata.id – Sidang kasus dugaan suap pengadaan CCTV dan ISP pada program Bandung Smart City terus berlanjut di Pengadilan Tipikor Bandung, Senin (14/8/2023). Kali ini Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan saksi ahli.
Saksi ahli tersebut ialah Pakar hukum pidana dari Universitas Islam Bandung (Unisba), Prof Nandang Sambas. Saksi di persidangan sempat mendapat pertanyaan terkait perbedaan antara suap, gratifikasi, pemerasan dan pungutan liar (pungli).
“Memang nampaknya ini masuk ke kondisi suap. Secara normatif, ia ada komitmen antara pemberi dan penerima terkait dengan persoalan-persoalan tentang proyek pekerjaan,” kata Nandang.
Nandang menjelaskan, dalam resume yang diterima tidak ada sebelumnya janji-janji yang akan diberikan penyuap kepada pemberi. Namun dari sisi objektif, para pejabat sering kali memanfaatkan kondisi tersebut untuk memeras.
“Kalau saya melihat ini sebetulnya lebih kepada pemerasan cuman yang memerasnya pejabat, kaitanya dengan kewenangan. Cuman masalahnya di tipikor tidak ada pasal pemerasan, yang ada pasal pemerasan di KUHP 368. Mungkin terlalu ringan, maksimal hukuman 3 tahun penjara, ini sebetulnya minimal 1 tahun,” jelasnya.
Kemudian, lanjut Nandang, kasus suap Bandung Smart City bukanlah suatu peristiwa luar biasa. Mengingat kasus korupsi suap dalam mendapatkan proyek pekerjaan dari pemerintah sudah menjadi rahasia umum.
Menurutnya, ada aturan tidak tertulis di mana pengusaha harus memenuhi keinginan dari pihak penyedia pekerjaan.
Dapatkan berita menarik lainnya dari Bukamata.id di Google News, Klik di Sini