bukamata.id – Sebuah rekaman rapat daring memperlihatkan Sekretaris Daerah (Sekda) Bali, Dewa Made Indra, menegur keras Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemprov Bali.
Video berdurasi 5 menit 8 detik itu cepat menyebar luas lantaran memperlihatkan Indra yang tampak marah setelah informasi terkait imbauan donasi ASN bocor ke publik dan menuai kritik.
Indra mengaku sampai harus mengeluarkan pernyataan resmi demi meredam kegaduhan yang muncul. Ia pun mempertanyakan pihak yang menyebarkan informasi internal tersebut.
“Kehormatan apa yang kalian dapatkan dengan dara begitu,” ujar Indra dalam video yang beredar pada Senin, 22 September 2025.
Menurut Indra, nada tegasnya bukanlah sekadar luapan amarah, melainkan bentuk kekecewaan seorang “orang tua” kepada anak-anaknya, yakni para ASN. Ia menekankan pentingnya memahami pesan yang ia sampaikan.
“Membawa urusan rumah tangga ke luar itu tidak beradab,” tegasnya.
Selain itu, ia juga menyinggung aktivitas ASN di media sosial. Menurutnya, banyak pegawai memang aktif bermedsos, tetapi belum tentu mampu mengelola dengan baik.
“Harus dibedakan antara bisa dan cakap,” ucap Indra.
Gubernur Bali Klarifikasi
Gubernur Bali, Wayan Koster, ikut memberikan penjelasan terkait video viral tersebut. Ia menegaskan bahwa sikap Indra tidak bisa disebut marah-marah, melainkan bagian dari tugas pembinaan.
“Tidak benar. Sekda melakukan pembinaan, karena Sekda adalah pembina kepegawaian Pemprov Bali,” ujar Koster saat dikonfirmasi, Minggu (21/9).
Dalam kesempatan lain, Koster menegaskan bahwa donasi yang dimaksud bukan kewajiban, melainkan bentuk gotong royong yang sifatnya sukarela.
“Itu dana gotong royong sukarela. Itu inisiatif gotong royongan ada masalah bencana,” jelas Koster usai menyerahkan bantuan sosial untuk korban banjir di Pasar Badung dan Pasar Kumbasari, Kamis (18/9).
Ia menyebut musim hujan yang diperkirakan berlangsung dari November 2025 hingga Februari 2026 berpotensi menimbulkan bencana serupa. Karena itu, semangat gotong royong perlu dijaga.
“Ini (donasi) sukarela, kalau mau ikut silakan, nggak juga nggak apa-apa,” tegasnya.
Soal Nominal Donasi
Terkait besaran sumbangan yang ramai dibicarakan, Koster menyebut hal itu lumrah, karena setiap ASN memiliki pendapatan berbeda.
“Wajar dong, ada yang hasilnya (pendapatan gaji) banyak, (seperti) kepala dinas. Seperti saya Rp50 juta ngasi. Kan kerelaan aja. Kalau nggak segitu juga nggak apa-apa, kalau nggak juga nggak ada masalah,” katanya.
Ia bahkan menyebut Wakil Gubernur Bali, I Nyoman Giri Prasta, diminta menyumbang minimal Rp25 juta. Namun Koster menegaskan bahwa donasi ini tidak perlu diatur melalui surat keputusan resmi.
Latar Belakang Polemik
Beberapa hari sebelumnya, beredar tangkapan layar di grup WhatsApp lokal Bali yang menyebut adanya kewajiban donasi bagi korban banjir. Pesan tersebut diduga berasal dari Kepala Dinas Pendidikan melalui grup Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS).
Dokumen yang tersebar berisi rincian nominal sumbangan sesuai jabatan, di antaranya:
- Kepala sekolah: Rp1,250 juta
- Guru ahli madya: Rp1 juta
- Guru ahli muda: Rp500 ribu
- Guru ahli pertama: Rp300 ribu
- Guru ahli utama: Rp1,250 juta
- Jafung muda: Rp1,100 juta
- Staf golongan I: Rp100 ribu
- Staf golongan II: Rp200 ribu
- Staf golongan III: Rp300 ribu
- PPPK: Rp150 ribu
Meski demikian, Gubernur Koster kembali menegaskan bahwa sumbangan tersebut tidak bersifat wajib.
“Itu dana gotong royong sukarela, boleh ikut atau tidak,” ujarnya, Kamis (18/9/2025).
Ia menambahkan, adanya besaran minimal hanya sebagai bentuk kewajaran sesuai kemampuan masing-masing ASN.
“Iya wajar dong, ada yang hasilnya banyak, kayak kepala dinas, kayak saya,” pungkas Koster.