Meskipun sebagian besar dokter di kota telah memberikan penjelasan tentang bahaya sunat perempuan, tetapi masih ada sejumlah tenaga medis, termasuk dokter kandungan, yang berpandangan bahwa sunat perempuan adalah suatu kewajiban.
“Agama Islam tidak mewajibkan perempuan untuk dikhitan. Memang dalam beberapa mazhab fiqih, seperti mazhab Syafi’i, ada yang menyebutkan khitan perempuan sebagai sesuatu yang dianjurkan, tetapi itu bukan berarti wajib. Khitan perempuan seringkali disalahpahami sebagai bentuk kewajiban yang harus dilakukan,” terangnya.
Menag mengatakan bahwa konsep keperawanan sering menjadi dasar bagi penilaian terhadap perempuan, yang pada kenyataannya dapat menimbulkan ketidakadilan.
Bahkan, banyak masyarakat yang menganggap bahwa malam pertama pernikahan harus ada darah sebagai bukti keperawanan. Padahal, ini adalah persepsi yang salah dan seringkali berujung pada perceraian karena alasan yang tidak tepat.
“Lelaki tidak ada identitasnya, tidak ada tandanya apakah dia jejaka atau tidak, sedangkan perempuan memiliki jejak yang menunjukkan perawan atau tidak perawan. Dia tidak pernah naik sepeda, tidak pernah jatuh, tidak pernah melakukan hal-hal tertentu, atau mungkin ada penyimpangan biologis tertentu; nah, itu sudah menjadi tanda,” tuturnya.
Menag mengingatkan bahwa isu ini bukan hanya masalah budaya, tetapi juga berkaitan erat dengan keadilan dan hak-hak perempuan.
Pihaknya pun menyerukan kepada seluruh masyarakat untuk menghentikan praktik yang dapat menyiksa perempuan atas nama agama atau tradisi.
Dapatkan berita menarik lainnya dari Bukamata.id di Google News, Klik di Sini