Akan tetapi, tekadnya menjadi petani sudah bulat. Karenanya, Obuy kembali bangkit. Obuy belajar pertanian dengan cara otodidak. Hingga akhirnya, ia menemukan aplikasi SIPINDO pada tahun 2018 lalu.
Kini, sudah enam tahun berjalan Obuy bersama anggota kelompok tani Marga Tani di desanya selalu menggunakan SIPINDO. Aplikasi ini sangat membantu petani.
“Fitur yang paling disukai mengenai pemupukan yang berimbang, pemberantasan hama penyakit sampai memantai harga komoditi di pasaran,” ujar Obuy, yang kini memiliki 1 hektare lahan cabai keriting.
Dengan menggunakan aplikasi ini, dia mampu menekan biaya produksi sampai 10 persen. Pasalnya, sebelum memakai aplikasi ini, Obuy belum menemukan formula yang tepat untuk pemupukan.
Adapun biaya produksi tanaman cabainya mencapai Rp 5.000 per pohon. Dalam satu hektare lahan ada 20 ribu pohon. Untuk sekali tanam, Obuy mengeluarkan biaya Rp 100 juta.
Sedangkan hasil produksinya, mencapai 20 ton. Saat ini, harga cabai keriting di Pasar Induk Cibitung mencapai Rp 25 ribu per kilogram. Dengan demikian, omzetnya sekali tanam mencapai Rp 500 juta. Adapun Obuy, bisa tanam dan panen dua kali dalam setahun.
“Saya tidak hanya tanam cabai, ada juga tanaman timun, bunga kol, dan tomat. Kalau harga rendah, tidak saya buang, melainkan disedekahkan buat tetangga,” ujar pria lulusan SMA ini.
Menurut Obuy, aplikasi SIPINDO sangat membantu. Terutama, bagi petani milenial seperti dirinya. Adapun petani senior, agak susah melek teknologi. Sehingga, perlu waktu untuk merangkul mereka supaya bisa memanfaatkan teknologi untuk mendorong peningkatkan produktivitas.
Dapatkan berita menarik lainnya dari Bukamata.id di Google News, Klik di Sini