Sabri juga merujuk pada Pasal 39 KUHAP yang mengatur barang-barang yang dapat dirampas oleh negara.
“Pasal 39 KUHAP dengan jelas menyebutkan bahwa barang yang dirampas hanyalah milik terpidana yang diperoleh dari kejahatan atau yang sengaja dipergunakan untuk melakukan kejahatan. Namun, dalam kasus ini, tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa FC Ben Glory memenuhi kriteria tersebut,” tegas Sabri.
Menurutnya, kapal FC Ben Glory adalah milik PT IMC dan bukan milik para terdakwa.
“Tidak ada fakta hukum yang membuktikan bahwa kapal tersebut diperoleh dari tindak kejahatan atau digunakan untuk kejahatan,” ungkap Sabri.
Ia juga menambahkan bahwa kapal tersebut tidak menghalangi penegakan hukum atau digunakan sebagai sarana tindak pidana.
Karena itu Sabri menegaskan bahwa perampasan FC Ben Glory adalah sebuah pelanggaran hukum yang dilakukan oleh otoritas negara dan berdampak negatif pada pihak yang berhak.
“Negara seharusnya melindungi warganya secara adil dan menciptakan kepastian hukum dalam setiap keputusannya, bukan berdasarkan kepentingan atau pesanan pihak tertentu,” tegasnya.
Berdasarkan ketentuan Pasal 46 KUHAP, barang sitaan yang tidak lagi diperlukan untuk penyidikan atau penuntutan seharusnya dikembalikan kepada pemiliknya, kecuali jika barang tersebut dinyatakan dirampas untuk negara melalui putusan hakim.
“Kami berharap adanya keadilan dan kepastian hukum dalam penyelesaian kasus ini, serta penghormatan terhadap hak-hak pihak yang berhak,” tutup Sabri.
Sebagai informasi, kontrak bisnis alih muat batubara antara PT IMC Pelita Logistik Tbk dengan PT Sentosa Laju Energy (SLE) berlangsung di Kalimantan Timur.
Dapatkan berita menarik lainnya dari Bukamata.id di Google News, Klik di Sini