Musaffa berharap bahwa Presiden Prabowo Subianto dapat memperbaiki sistem hukum di Indonesia dan memberikan kebebasan kepada Mardani.
Pernyataan ini menjadi catatan penting bagi publik untuk mempertimbangkan kembali aspek keadilan dan objektivitas dalam penegakan hukum, serta menekankan pentingnya asas praduga tak bersalah.
Sementara itu, anggota Tim Asistensi Penyusunan Rancangan UU Pemberantasan Tipikor, Topo Santoso meminta agar Mardani Maming segera dibebaskan karena adanya kekhilafan hakim.
Topo menekankan bahwa unsur menerima hadiah dalam dakwaan tidak terpenuhi.
“Karena tindakan bisnis seperti fee dan dividen adalah hubungan keperdataan yang tidak bisa diadili dalam ranah pidana,” ucap Topo.
Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjadjaran, Romli Atmasasmita menilai bahwa ada delapan kekeliruan serius dalam penanganan perkara Mardani.
Romli menegaskan bahwa proses hukum terhadap terdakwa tidak hanya menunjukkan kekhilafan, tetapi juga kesesatan hukum yang serius.
“Proses hukum terhadap terdakwa bukan hanya menunjukkan kekhilafan atau kekeliruan nyata, tetapi merupakan sebuah kesesatan hukum yang serius,” kata Romli.
Dukungan juga datang dari Hendry Julian Noor dari Universitas Gadjah Mada. Menurutnya, bukti-bukti yang diajukan oleh jaksa tidak cukup kuat untuk membuktikan adanya unsur pidana korupsi.
Hendry menekankan bahwa tindakan Mardani masih berada dalam koridor kewenangannya sebagai kepala daerah dan tidak melanggar prosedur yang berlaku.
Desakan pembebasan Mardani Maming semakin kuat setelah adanya eksaminasi putusan hakim yang menemukan banyak kekhilafan
Dapatkan berita menarik lainnya dari Bukamata.id di Google News, Klik di Sini