“Penambangan ilegal itu ada beberapa dampak yang ditimbulkan. Yang pertama kerusakan lingkungan dan ekosistem, yang kedua kerusakan infrastruktur jalan dan fasilitas penunjang lainnya yang dibiayai lewat APBN, APBD Provinsi, APBD Kabupaten, bahkan dana desa,” jelas Dedi.
Dedi juga menyoroti kerugian ekonomi yang ditimbulkan oleh tambang ilegal, di mana pendapatan yang seharusnya dinikmati oleh negara dan masyarakat justru dinikmati oleh pengusaha tambang ilegal dan para mafia yang terlibat.
“Yang ketiga, hilangnya pendapatan selama berpuluh-puluh tahun, sehingga pendapatan itu dinikmati oleh pengusaha tambang ilegal. Yang keempat, para mafia-mafia di dalamnya, termasuk preman-preman di wilayahnya,” tambahnya.
Lebih lanjut, Dedi mengungkapkan bahwa banyak PT pertambangan yang tidak memiliki ahli pertambangan, yang akhirnya menyebabkan banyak pelanggaran di lapangan karena kurangnya pengawasan.
Ia berencana untuk melakukan audit terhadap perusahaan-perusahaan tambang yang ada.
“Banyak PT pertambangan tapi tidak memiliki ahli pertambangan dan ini akan diaudit. Karena di lapangan tidak ada pengawas tambangnya, modalnya hanya alat berat,” jelasnya.
Dedi menegaskan bahwa rangkaian pelanggaran yang terjadi bukan sekadar pelanggaran izin, melainkan merupakan tindakan pidana yang berpotensi merugikan negara.
Pelanggaran-pelanggaran ini, menurutnya, berimplikasi pada tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana korupsi.
“Seluruh rangkaian pelanggaran ini bukanlah sekadar pelanggaran izin, tapi seluruh rangkaian pidana yang memiliki implikasi terhadap kerugian negara. Implikasi terhadap kerugian negara kategorinya adalah tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana korupsi,” tandasnya.
Dapatkan berita menarik lainnya dari Bukamata.id di Google News, Klik di Sini