Ono Surono juga mengatakan hal ini juga perlu dicek kembali, apakah memang rapat tersebut sudah benar-benar disetujui oleh seluruh orang tua siswa yang hadir maupun yang tidak hadir untuk membayar jumlah partisipasi sumbangan sebesar Rp 9,5 juta.
“Mari bapak dan ibu mohon bantuannya, terutama juga pada Pak PJ Gubernur dan Kadisdik Jabar, kita cek bersama-sama apakah rapat itu benar terjadi? Apakah orang tua siswa yang hadir atau tidak hadir tidak keberatan sama sekali membayar partisipasi Rp 9,5 juta,” cetus dia.
Saat dikonfirmasi terkait hal ini, Ono Surono mengatakan mungkin saja pungutan liar ini tak hanya terjadi di Kota Cirebon tapi juga di sejumlah daerah di Jabar.
Sehingga, kata Ono, hanya siswa yang memiliki orang tua mampu dapat bersekolah di sekolah yang notabene sekolah favorit.
Sementara, siswa dari golongan tidak mampu, tak sanggup membayar sehingga akhirnya putus sekolah.
“Inilah yang membuat angka lamanya pendidikan di Jawa Barat rata-rata sampai kelas 2 SMP. Karena untuk melanjutkan ke jenjang lebih tinggi biayanya sangat mahal,” ujar Ono, Senin (29/7/2024).
Ono mengimbau agar kedepannya ada evaluasi secara total terkait dengan pelaksanaan pendidikan di Jabar khususnya untuk SMA dan SMK.
“Karena persoalan PPDB ini selalu berulang setiap tahun, mulai dari sistem zonasi hingga pungutan liar yang memberatkan orang tua siswa. Masak harus begini terus?” tandasnya.
Dapatkan berita menarik lainnya dari Bukamata.id di Google News, Klik di Sini