“Tentunya definisi itu semua tergantung nantinya pada keputusan hakim di pengadilan,” ucap penulis buku Seni Mengelola Media Sosial untuk Organisasi ini dalam keterangannya, Selasa (22/8/2023).
Hariqo pun mengingatkan, agar sepatutnya pembuat video yang menuduh adanya praktik mafia tanah harusnya bisa lebih berhati-hati. Sebab, pembuat video bisa terancam hukuman penjara jika dalam konten yang diunggahnya di media sosial terdapat fitnah, pencemaran nama baik dan hal-hal yang melanggar peraturan atau undang-undang yang berlaku.
Selain itu, ancaman tersebut berpotensi terjadi karena pembuat video tidak membuat, mengkonsultasikan dan membaca naskah, disampaikan dalam kondisi emosi, atau tidak memahami apa yang disampaikan secara holistik.
“Itulah mengapa banyak pengacara lebih memilih menyampaikan pendapat dengan membawa naskah utuh, catatan, pointer serta do’s and dont’s saat menyampaikan pendapat hukumnya dalam sebuah perkara atau ada juga yang menggunakan teleprompter,” katanya.
Hariqo juga menyoroti dari sisi pra-produksi dan produksi konten video TikTok itu. Pihak penjual tanah yang diwakili pengacara terlihat lebih siap dan lebih berhati-hati dalam menyampaikan pendapatnya ketimbang pihak developer.
“Dalam video mafia tanah di Kabupaten Bandung itu saya melihat pihak developer rumah tidak membaca naskah. Dalam persoalan krusial yang terkait dengan permasalahan hukum dan berbicara di depan kamera, sebaiknya membaca teks karena hal tersebut bisa sangat berisiko,” paparnya.
Terpisah, pengacara pemilik tanah, Benny Wulur mengatakan, bahwa adanya mafia atas tanah yang digunakan developer dalam video milik akun @dianwahyudi itu tidak benar. Menurutnya, dari kesepakatan yang ada tidak ada perubahan akta tanah sebelum pembayaran sebesar Rp32 miliar lunas.
Dapatkan berita menarik lainnya dari Bukamata.id di Google News, Klik di Sini