Motivasi awalnya mungkin berasal dari keharuan dan kesedihan melihat kondisi umat Islam yang diserang, tetapi kesetiaannya terhadap Islam tumbuh menjadi dedikasi yang begitu tinggi.
Sejarah ini mengajarkan bahwa emosi, baik berupa kemarahan terhadap ketidakadilan maupun simpati terhadap penderitaan, dapat menjadi titik awal perjalanan keimanan seseorang.
Dalam konteks modern, kisah Megan B. Rice dan mereka yang serupa dengannya mencerminkan pola serupa. Kebencian terhadap tindakan keji Zionis Israel mungkin menjadi pemicu awal, tetapi perjalanan spiritual seseorang tidak berhenti di sana.
Saat ditanya apakah kecurigaan terhadap mereka yang masuk Islam karena alasan emosional dibenarkan, Ustaz Nur Fajri menjawab tegas.
Rasulullah SAW tidak pernah mencurigai niat Hamzah atau Nusaibah ketika mereka memeluk Islam. Sebaliknya, mereka diberikan penghormatan tinggi dan diakui sebagai pilar penting dalam perjuangan Islam.
Kisah Hamzah dan Nusaibah adalah bukti bahwa alasan emosional bisa menjadi pintu gerbang memeluk agama Allah ini. Konversi Megan B. Rice sebagai respons terhadap kekejaman di Gaza tidak perlu dicurigai. Sebagai umat Islam, kita seharusnya merangkul dan mendukungnya.
Jalan menuju Islam memang berbeda bagi setiap individu, tetapi semuanya bermuara pada satu hal: sebuah perjalanan untuk menemukan kebenaran dan kedamaian. Seperti kata pepatah, jika menuju Roma saja banyak jalannya, apalagi menuju Islam.
Dapatkan berita menarik lainnya dari Bukamata.id di Google News, Klik di Sini