Motivasi pembayaran zakat juga sangat berbeda. Zakat dibayarkan atas dasar keimanan dan ketakwaan kepada Allah, sebagai wujud kedekatan kepada-Nya.
Hal ini ditegaskan dalam QS. Al-Baqarah (2): 267, yang menyerukan agar harta terbaik yang dimiliki dikeluarkan sebagai zakat. Sebaliknya, pajak didasarkan pada kewajiban sebagai warga negara yang harus mendukung keberlangsungan pemerintahan.
Selain itu, nisab dan tarif zakat ditentukan oleh syariat, bersifat tetap, dan tidak berubah sepanjang masa. Sebagai contoh, nisab zakat penghasilan dihitung setara dengan 85 gram emas, dengan tarif 2,5%.
Pajak, di sisi lain, ditentukan oleh negara dan bisa berubah sesuai kebijakan fiskal dan neraca anggaran negara.
Dari uraian di atas, jelas bahwa zakat dan pajak adalah dua hal yang berbeda. Oleh karena itu, kewajiban membayar zakat tetap berlaku jika telah mencapai nisab meskipun gaji telah dipotong pajak.
Sebagai seorang Muslim, kewajiban zakat bersifat mutlak dan tidak dapat digantikan oleh pajak.
Namun, dalam kondisi tertentu, pemerintah atau lembaga zakat di suatu negara dapat mengintegrasikan mekanisme pembayaran zakat dan pajak untuk menghindari beban ganda bagi masyarakat.
Membayar zakat profesi setelah pajak adalah kewajiban sekaligus wujud kepedulian sosial yang berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat.
Dengan membayarkan zakat secara teratur, kita tidak hanya membersihkan harta, tetapi juga berkontribusi pada pengentasan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan umat.
Pada akhirnya, kombinasi antara kepatuhan terhadap zakat dan pajak mencerminkan komitmen seorang Muslim terhadap agama dan negara.
Dapatkan berita menarik lainnya dari Bukamata.id di Google News, Klik di Sini