Kemudian, nama Sinterklas berevolusi dari nama panggilan St. Nicholas dalam bahasa Belanda, Sinter Klaas, kependekan dari Sint Nikolaas.
Lalu pada 1804, John Pintard, anggota New York Historical Society, membagikan potongan kayu St. Nicholas pada pertemuan tahunan di perkumpulan tersebut. Latar belakang ukiran tersebut berisi gambar Santa yang sekarang sudah dikenal termasuk kaus kaki berisi mainan dan buah-buahan yang digantung di atas perapian.
Pada 1809, Washington Irving turut mempopulerkan cerita Sinter Klaas ketika dia menyebut St. Nicholas sebagai santo pelindung New York dalam bukunya berjudul The History of New York.
Ketika ketenarannya semakin meningkat, Sinter Klaas digambarkan sebagai seorang “rascal” dengan topi biru bersudut tiga, rompi merah, dan kaos kaki kuning hingga seorang pria yang mengenakan topi bertepi lebar dan “sepasang Flemish trunk hose”.
Pada awal abad ke-19, pemberian hadiah, khususnya pada anak-anak, telah menjadi bagian penting dari perayaan Natal. Toko-toko mulai mengiklankan belanja Natal pada tahun 1820, dan pada 1840an, surat kabar membuat bagian terpisah untuk iklan liburan, yang sering kali menampilkan gambar Sinterklas yang baru populer.
Pada 1841, ribuan anak mengunjungi toko di Philadelphia untuk melihat model Sinterklas seukuran aslinya. Toko-toko pun mulai mempromosikan toko mereka dengan Sinterklas yang “hidup”.
Pada awal 1890-an, Salvation Army membutuhkan uang untuk membayar makanan Natal gratis yang mereka berikan kepada keluarga yang membutuhkan. Dari sini, mereka mulai mendandani para pengangguran dengan setelan Santa Claus dan mengirim mereka ke jalan-jalan New York untuk meminta sumbangan.
Dapatkan berita menarik lainnya dari Bukamata.id di Google News, Klik di Sini