Fitnah kekayaan dapat muncul dalam bentuk kesombongan, ketamakan, dan lupa akan Allah. Sementara fitnah kemiskinan dapat memicu rasa putus asa, ketidakpuasan, keluhan yang berlebih, dan melakukan hal-hal yang dilarang demi memenuhi kebutuhan hidup.
Kekayaan adalah ujian yang tidak kalah berat dibandingkan kemiskinan. Dalam kekayaan terdapat godaan untuk berlaku sombong, menganggap diri lebih baik dari orang lain, serta bermegah-megahan.
Ujian kekayaan disebutkan dalam doa Nabi sebagai “fitnatil ghinâ”. Kekayaan yang melimpah seringkali membawa manusia pada perilaku boros dan hidup dalam kemewahan yang berlebihan. Bahkan, tidak jarang kekayaan membuat seseorang lupa bersyukur dan lupa terhadap kewajiban berbagi kepada yang membutuhkan (Al-Qurthubi, al-Mufhim lima Asykala min Talkhish Kitab Muslim, [Beirut: Dar Ibn Katsir, 1996], jilid VII, hal. 34).
Islam mengajarkan bahwa harta benda hanyalah titipan yang harus dipergunakan sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Kewajiban zakat, infak, dan sedekah adalah bentuk nyata dari penggunaan harta yang benar. Jika tidak digunakan dalam jalan yang benar, kekayaan dapat menjadi malapetaka yang menjerumuskan seseorang ke dalam kebinasaan.
Di sisi lain, kemiskinan juga membawa tantangan tersendiri. Dalam kondisi kekurangan, seseorang mungkin merasa tertekan hingga tergoda untuk melakukan hal-hal yang tidak halal, seperti mencuri atau berbohong demi mendapatkan nafkah.
Ujian tersebut dalam doa Nabi saw dikenal sebagai “fitnatil faqr”. Fitnah kemiskinan tidak hanya mempengaruhi aspek material, tetapi juga dapat merusak moral dan spiritual seseorang. Rasa putus asa karena kemiskinan bisa membuat seseorang kehilangan kepercayaan kepada Allah dan memilih jalan yang salah. (Al-Qurthubi, al-Mufhim lima Asykala min Talkhish Kitab Muslim, jilid VII, hal. 34).
Dapatkan berita menarik lainnya dari Bukamata.id di Google News, Klik di Sini