“Iya masyarakat desa dan pemangku kebijakan harus berjalan beriringan agar segala halnya dapat terealisasikan dengan maksimal,” ujar Tika dari Dinas Pariwisata Kabupaten Luwu.
Sementara itu, masyarakat setempat harus dilibatkan secara aktif dalam setiap tahap pengembangan, mulai dari perencanaan hingga implementasi. Pendekatan yang inklusif ini tidak hanya akan meningkatkan kualitas hidup masyarakat, tetapi juga menciptakan rasa memiliki terhadap program desa wisata.
“Kami sangat mengapresiasi upaya tim ITB yang datang ke desa kami untuk memberikan edukasi dan pendampingan dalam pengelolaan kopi arabika,” ujar tokoh pemuda setempat, Rahmat Lewa.
Ia yang juga aktif dalam kelompok pecinta alam Latimojong menilai apa yang dilakukan ITB, tidak hanya soal kopi semata. Tetapi sejalan dengan langkah pelestarian alam dan budaya lokal di Tolajuk.
“Program ini membuka wawasan kami tentang bagaimana potensi desa dapat dikembangkan, tanpa merusak ekosistem,” ujarnya.
Namun, meskipun perda terkait pembentukan desa wisata telah diberlakukan, implementasinya masih menjadi tantangan. Masyarakat Desa Tolajuk telah lama menantikan realisasi dari kebijakan ini. Dengan data yang menunjukkan potensi besar desa ini, Tolajuk bisa berkembang menjadi desa wisata tahap rintisan,berdasarkan kriteria desa wisata dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI.
“Kami ingin desa ini dikenal luas, tidak hanya karena kopi berkualitasnya tetapi juga karena keindahan alam dan kearifan budaya lokalnya,” ujar Rahmat, dan juga penggiat kemajuan Kabupaten Luwu lainnya seperti pengelola berita online “Poros Celebes”.
Dapatkan berita menarik lainnya dari Bukamata.id di Google News, Klik di Sini