“Bung Karno pernah ke sini, salat di sini, ngobrol biasa. Kapannya saya kurang tau, tapi sebelum jadi presiden. Kemudian Rahmawati ke sini, napak tilas datang ke sini. Kita diajak ke Banceuy,” ucapnya.
Setelah berdiri 100 tahun lebih, rumah yang sudah dihuni Dewi bersama keluarga besar berencana akan menjual rumah bersejarah itu.
“Berat sebetulnya, tapi ya gimana enggak ada yang mau nerusin ngurus rumah. Saya sama istri kan sudah sepuh. Hasil rembukan keluarga mau dijual,” ujarnya.
Ketua Komunitas Tjimahi Heritage, Machmud Mubarok mengatakan, nama Mbah Wongso pantas untuk mendapatkan penghargaan dari pemerintah. Seperti disematkan sebagai nama jalan di Kota Cimahi.
“Saya kira pantas beliau untuk diabadikan sebagai nama jalan, seperti pejuang lainnya dari Cimahi,” kata Machmud.
Dia mengatakan, rumah Mbah Wongso yang pernah disinggahi Bung Karno itu sempat jadi sasaran penjarahan ketika Belanda berhasil menguasai kembali Cimahi sebagai garnisun tahu 1948.
Ketika itu Divisi Siliwangi harus hijrah, Mbah Wongso pun termasuk warga biasa yang ikut hijra ke daerah asalnya di Yogyakarta. Bak sebuah firasat, saudagar kaya itu meninggal dunia di tanah kelahirannya.
“Mbah Wongso meninggal di Jogja diiperkirakan dalam usia 68 tahun,” ujar Machmud.
Kehidupan keluarga Mbah Wongso tetap berjalan walau sang Mbah sudah tiada. Tanah dan harta kekayaan pun sudah dibagikan kepada sembilan anaknya
Ada yang memperoleh rumah di Jalan Lurah, Gang Rangsom, Gatsu, Kebon sari. Sementara S Kartono Abuchaer, anaknya, memperoleh warisan tanah dan rumah di Baros.
Dapatkan berita menarik lainnya dari Bukamata.id di Google News, Klik di Sini