Pada tanggal 12 Agustus 1945, Marsekal Terauchi mengumumkan kepada Soekarno, Hatta, dan Radjiman bahwa pemerintah Jepang akan segera memberikan kemerdekaan kepada Indonesia dan proklamasi kemerdekaan dapat dilaksanakan dalam beberapa hari.
Desakan dan Peristiwa Rengasdengklok
Dua hari setelah pertemuan di Dalat, saat Soekarno, Hatta, dan Radjiman kembali ke tanah air dari Dalat, Sutan Syahrir mendesak Soekarno untuk segera memproklamasikan kemerdekaan.
Namun, Soekarno belum yakin bahwa Jepang benar-benar telah menyerah dan proklamasi kemerdekaan pada saat itu dapat menimbulkan konflik yang besar. Pada tanggal 14 Agustus 1945, Jepang menyerah kepada Sekutu, namun masih memegang kekuasaan di Indonesia.
Pada tanggal 16 Agustus 1945, peristiwa Rengasdengklok terjadi. Para pemuda pejuang, termasuk Chaerul Saleh, Sukarni, Wikana, Shodanco Singgih, dan lainnya membawa Soekarno, Fatmawati, dan Guntur (anak mereka yang baru berusia 9 bulan) ke Rengasdengklok.
Tujuannya adalah agar Soekarno dan Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang. Di sana, mereka meyakinkan Soekarno bahwa Jepang telah menyerah dan para pejuang Indonesia siap untuk melawan Jepang.
Penyusunan Teks Proklamasi
Setelah peristiwa Rengasdengklok, Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta. Mereka bertemu dengan Mayor Jenderal Oosugi Nishimura, Kepala Departemen Urusan Umum pemerintahan militer Jepang.
Nishimura mengemukakan bahwa Jepang harus menjaga status quo dan tidak dapat memberi izin untuk mempersiapkan proklamasi kemerdekaan Indonesia seperti yang dijanjikan oleh Marsekal Terauchi di Dalat.
Dapatkan berita menarik lainnya dari Bukamata.id di Google News, Klik di Sini