bukamata.id – Bagi sebagian orang, jersey mungkin hanyalah selembar kain. Namun bagi mereka yang tumbuh bersama klub kebanggaannya, jersey menyimpan kisah, kebanggaan, bahkan cinta yang tak tergantikan.
Suasana itu terasa hangat dalam acara bertajuk “Menjahit Sejarah, Merayakan Gairah” yang digelar oleh Kawanbola, Hanatama Studio, dan Bridge di Kozi Coffee, Jalan Dipatiukur, Kota Bandung, Sabtu (25/10/2025).
Tiga tamu istimewa hadir membagikan pengalaman mereka: Fajar Ramadhan, desainer MILLS; Agung Mutakin, desainer jersey Persib Bandung; dan Nays Muntahar, kolektor jersey sepak bola.
Bagi Agung Mutakin, merancang jersey bukan sekadar memilih warna atau motif. Setiap garis dan potongan bahan menyimpan sejarah yang dijahit dengan hati.
“Persib itu tidak akan pernah besar tanpa bobotoh, staf, dan orang-orang di balik layar,” ujarnya.
Dalam proyek jersey terbaru Persib bekerja sama dengan brand asal Spanyol, Kelme, Agung menekankan bahwa sejarah dan fungsi menjadi fondasi utama desain.
“Awalnya ada rencana memasukkan elemen Maung, tapi akhirnya dihapus karena terlalu mirip klub di ibu kota. Akhirnya kami pilih desain yang lebih minimalis. Tapi justru, yang minimalis itu lebih mahal,” katanya.
Menurut Agung, jersey bukan hanya identitas klub, tapi juga penghormatan bagi mereka yang menjaga nama besar Persib di lapangan.
Sementara itu, Fajar Ramadhan membagikan kisah pertumbuhan industri jersey di Indonesia. Sepuluh tahun berkarya di dunia desain olahraga membuatnya menyaksikan perubahan besar.
“Kalau dulu desainer jersey bisa dihitung jari, sekarang sudah banyak banget. Bahkan sudah jadi profesi baru,” ujar Fajar.
Ia menekankan bahwa perkembangan ini bukan sekadar tren, melainkan pengakuan bahwa karya anak bangsa bisa sejajar dengan brand internasional.
“Cita-cita saya sederhana: desainer jersey di Indonesia bisa hidup layak dan dihargai,” tambahnya.
Fajar juga berkomitmen untuk tetap berkarya. “Saya pengin tetap konsisten. Bisa 11 tahun, 12 tahun, dan seterusnya,” ujarnya.
Di sisi lain, Nays Muntahar hadir sebagai penjaga memori. Bagi Nays, jersey adalah fragmen sejarah yang menyimpan nostalgia, bukan sekadar koleksi.
“Di rumah sudah ada galeri pribadi. Tapi saya lebih berharap Persib punya museum besar yang bisa dikunjungi banyak orang,” ujarnya.
Nays berencana membantu klub jika museum resmi Persib benar-benar terwujud.
“Saya sudah janji, kalau museumnya jadi, saya akan bantu isi dengan koleksi pribadi,” kata Nays.
Keterlibatannya dengan klub tidak berhenti di sana. Nays juga sering terlibat langsung dalam berbagai kegiatan Persib, termasuk tur trofi enam kota beberapa waktu lalu.
“Tim kolektor Persib juga ikut mengisi acara itu. Jadi kami memang selalu siap bantu kalau dibutuhkan,” ucapnya.
Bagi klub, jersey adalah bentuk penghormatan terhadap sejarah. Bagi desainer, jersey menjadi kanvas ekspresi. Sedangkan bagi kolektor, jersey adalah arsip budaya dan bukti cinta yang tak lekang oleh waktu.
Baca Berita bukamata.id lainnya di Google News










