bukamata.id – Insiden perusakan fasilitas Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA) beberapa waktu lalu menuai perhatian serius dari komunitas suporter Persib, Viking Persib Club.
Ketua Viking, Tobias Ginanjar, menegaskan bahwa aksi merusak fasilitas umum, khususnya stadion GBLA, tidak dapat dibenarkan. Ia menyebut GBLA sebagai simbol kebanggaan warga Bandung yang seharusnya dijaga, bukan dihancurkan.
“Kami di Viking tidak pernah membenarkan tindakan merusak fasilitas umum, apalagi GBLA yang menjadi simbol kebanggaan warga Bandung. Ini harus kita rawat bersama,” tegas Tobias dalam pernyataan resminya, Rabu (28/5/2025).
Tobias juga menyinggung bahwa fenomena serupa bukan hal asing dalam dunia sepak bola global. Ia mencontohkan kejadian baru-baru ini di Hamburg, Jerman. Namun, ia menilai kultur sepak bola di Indonesia belum cukup dewasa untuk merespons ekspresi spontan suporter tanpa menimbulkan polemik.
“Di negara lain, kejadian seperti ini juga terjadi. Tapi memang secara kultur, masyarakat Indonesia belum bisa menerima, sehingga memunculkan banyak reaksi marah dan perdebatan,” katanya.
Meski menyesalkan insiden tersebut, Tobias menyatakan bahwa pihaknya kurang sepakat jika penyelesaian dilakukan melalui jalur hukum pidana. Menurutnya, pendekatan pidana bukan solusi jera yang efektif dan bisa menciptakan stigma baru tanpa menyelesaikan akar persoalan.
“Kalau penyelesaiannya dipaksakan lewat jalur pidana, kami kurang sepakat. Bukan berarti kami membela, tapi karena kami merasa itu bukan cara yang paling tepat. Tidak semua pelaku kejahatan jera hanya karena masuk penjara. Ada yang berkali-kali dipidana tapi tetap mengulang,” jelasnya.
Sebagai alternatif, Viking mendukung penyelesaian melalui sanksi sosial dan mekanisme ganti rugi atas kerusakan yang ditimbulkan. Tobias menilai pendekatan ini lebih mendidik dan memberi ruang bagi pelaku untuk bertanggung jawab.
“Kami mendukung penyelesaian dengan cara ganti rugi. Apa yang dirusak bisa diganti, dan itu lebih mendidik. Tapi tidak dengan hukuman pidana,” tutupnya.
Pernyataan Tobias ini mencerminkan keresahan sekaligus harapan dari komunitas suporter agar insiden serupa tidak terulang dan penanganannya mengedepankan pendekatan restoratif, bukan hanya hukuman.