bukamata.id – Gelombang meme tentang Menteri ESDM Bahlil Lahadalia belum juga surut. Padahal, sang menteri sudah terang-terangan menyatakan memaafkan semua akun media sosial yang menyebarkan konten olok-olok tentang dirinya.
Namun, alih-alih mereda, meme tentang Bahlil justru semakin membanjiri linimasa. Warganet seolah menjadikan momen maaf itu sebagai bahan baru untuk kreativitas, sebagian satir, sebagian simpatik, sebagian lagi murni lelucon khas dunia maya.
“Dan saya pikir ya, kalau ada yang meme-meme, sudah lah saya maafkan. Tidak apa-apa. Sebenarnya kalau kritisi kebijakan itu tidak apa-apa. Tapi kalau sudah pribadi, sudah mengarah ke rasis, itu menurut saya tidak bagus,” kata Bahlil di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (24/10/2025).
Pernyataan itu awalnya dianggap sebagai penutup babak panjang kontroversi meme yang menyerang dirinya—mulai dari soal kebijakan energi hingga foto-foto editan yang menyindir asal-usulnya. Tapi kenyataannya, “babak baru” meme Bahlil justru dimulai dari situ.
“Saya Sudah Biasa Dihina Sejak SD”
Dalam pernyataannya, Bahlil berbicara dengan nada tenang dan terbuka. Ia mengaku sudah lama terbiasa menghadapi hinaan sejak masa kecil.
“Saya memang sudah biasa dihina sejak masih kecil. Karena saya kan bukan anak pejabat, saya anak orang dari kampung. Ibu saya hanya buruh cuci di rumah orang, ayah saya buruh bangunan,” ujarnya.
“Jadi hinaan ini terjadi sejak saya SD, masih kecil. Jadi menurut saya itu tidak apa-apa,” sambungnya.
Ucapan itu menyingkap sisi manusiawi seorang pejabat negara. Di balik jabatan tinggi dan sorotan publik, Bahlil menampilkan keteguhan yang ditempa oleh masa kecil penuh keterbatasan. Banyak yang menilai, sikapnya yang memaafkan justru mencerminkan ketulusan dan daya tahan yang langka di politik hari ini.
“Dia bukan tipe pejabat yang mudah tersulut. Ia justru memaafkan dengan elegan,” tulis akun @andrisetiawan di X (Twitter).
Namun, ironi muncul dari dunia maya: semakin Bahlil memaafkan, semakin banyak meme baru yang muncul. Ada yang menggambarkannya sebagai “ikon kesabaran nasional”, ada pula yang membuat kolase dirinya dengan tulisan “Sudah Biasa Dihina Sejak SD” dalam berbagai format komik strip. Meme lain menampilkan Bahlil memakai jubah superhero bertuliskan “Pahlawan Pemaaf”.
Minta AMPG dan AMPI Hentikan Laporan Polisi
Sikap memaafkan itu bukan hanya ucapan, tapi juga tindakan nyata. Bahlil menegaskan dirinya tidak ingin polemik ini berlanjut ke ranah hukum.
Ia bahkan meminta Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) dan Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI), dua sayap organisasi partai yang sempat melaporkan beberapa akun pembuat meme ke polisi—untuk mencabut laporan tersebut.
“Jadi InsyaAllah saya akan memanggil adik-adik saya itu, sayap organisasi, untuk sudah. Kalian yang sudah minta maaf, sudah maafkan. Jangan kita memperpanjang. Tapi jangan lagi, ya, kita memberikan didikan yang baiklah untuk rakyat, bangsa, dan negara,” ujar Bahlil.
Langkah itu dinilai sebagai bentuk pendewasaan politik di tengah polarisasi digital. Bahlil memilih rekonsiliasi ketimbang konfrontasi. Namun di sisi lain, justru sikap lunaknya itu membuat publik semakin kreatif bermain di ruang satire. Dunia maya seperti menanggapi permintaan damai dengan gelak tawa—dan meme baru setiap hari.
Idrus Marham: Bahlil Nasionalis Sejati
Sikap Bahlil menuai pujian dari berbagai kalangan, termasuk dari Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar bidang kebijakan publik, Idrus Marham.
Menurut Idrus, cara Bahlil menghadapi gelombang hinaan dan fitnah itu mencerminkan karakter seorang nasionalis sejati dan Pancasilais.
“Respons Pak Bahlil yang memaafkan para pembuat meme negatif adalah bentuk sikap Pancasilais. Itu sejalan dengan filosofi pemerintahan Presiden Prabowo yang menekankan nasionalisme, solidaritas, dan gotong royong,” kata Idrus dalam keterangannya, Sabtu (25/10/2025).
Idrus menyebut serangan terhadap Bahlil di media sosial sebagai paradoks demokrasi era digital—di mana keterbukaan informasi sering berujung pada ujaran kebencian.
“Konstruksi berpikir Pak Prabowo itu mengajak kita menyadari bahwa Indonesia ini rumah besar bangsa yang harus dirawat. Merawat itu dengan nilai kekeluargaan, gotong royong, kebersamaan, solidaritas, nasionalisme, patriotisme, dan mengutamakan kepentingan rakyat,” ujarnya.
Lebih jauh, Idrus menegaskan bahwa publik seharusnya menilai kinerja Bahlil, bukan menyerang latar belakang pribadinya.
“Yang dilakukan Pak Bahlil itu menjadikan rakyat sebagai subjek, pelaku dalam pengelolaan sumber daya alam, bukan lagi sekadar sebagai objek, bahkan hanya penonton,” ungkapnya.
Meme yang Tak Pernah Padam
Di X, TikTok, dan Instagram, tagar #BahlilMemaafkan sempat menjadi trending topic. Di baliknya, muncul berbagai variasi meme yang menggambarkan beragam ekspresi publik.
Beberapa contohnya:
- Gambar Bahlil dengan teks “Sudah Biasa Dihina Sejak SD, Tapi Tetap Senyum”.
- Video editan bergaya motivasi dengan musik mellow, menampilkan kutipan “Ibu saya buruh cuci, ayah saya buruh bangunan”.
- Meme kocak berupa sertifikat “Orang Paling Pemaaf 2025” dengan wajah Bahlil di tengahnya.
- Dan remix lagu bertema “Sudah Biasa Dihina” yang viral di TikTok, lengkap dengan filter slow motion dan efek sinar keemasan.
Komentar netizen pun bertebaran di kolom komentar:
“Lucu sih, tapi salut juga. Jarang banget pejabat mau maafkan kayak gini,” tulis akun @tiar***.
“Netizen: Dimaafkan malah tambah semangat bikin meme. Indonesia banget,” sahut @humo***.
“Bisa aja netizen. Orangnya udah maafin, tapi malah dijadiin tren,” komentar akun @memei*** yang menautkan gambar Bahlil dengan tulisan “Forgive Mode: ON”.
Ada pula komentar yang lebih reflektif. “Kalau semua pejabat kayak gini, mungkin politik kita lebih adem. Tapi ya, netizen tetap netizen—kalau nggak ngelucu, bukan Indonesia,” tulis @ary*** di TikTok.
Antara Maaf dan Meme
Dari semua dinamika itu, satu hal tampak jelas: Bahlil memilih jalan damai. Ia memaafkan, tidak membalas, bahkan meminta bawahannya menghentikan langkah hukum.
Namun dunia digital tak selalu tunduk pada logika moral. Di sini, maaf bisa jadi bahan guyon, dan kelembutan bisa berubah jadi tren viral.
Sebagian pengamat menilai, inilah wajah demokrasi digital Indonesia, terbuka, gaduh, tapi juga hangat. Di balik setiap meme yang beredar, ada ruang untuk bercermin: bahwa manusia di balik pejabat pun punya cerita panjang tentang perjuangan, dan ketabahan bisa lahir dari masa kecil yang penuh luka.
Mungkin, seperti kata Bahlil sendiri, “Sudah biasa dihina sejak kecil.” Tapi justru dari kebiasaan itulah ia belajar untuk tidak mudah marah—bahkan ketika dunia maya menertawakannya.
Dan di situlah letak anomali paling menarik dari fenomena ini: Bahlil memaafkan, tapi netizen tak berhenti membuat meme.
Baca Berita bukamata.id lainnya di Google News










