Menurut Anang, sejak awal TPA Sarimukti itu tidak dirancang sebagai TPA yang permanen. Namun, TPA Sarimukti adalah TPA sementara pasca tragedi longsor TPA Leuwigajah.
“Dulu saya sempat menangani itu, walaupun cuman satu setengah tahun, terlalu lambat. Kita berharap Pemprov Jabar mempercepat proses konstruksinya TPA Legok Nangka, karena lelangnya sudah. Walaupun saya cukup mengelus dada karena lelangnya sampai 5 tahun itu,” bebernya.
Anang menyebut, kemampuan pemerintah kota/kabupaten untuk membayar tipping fee menjadi persoalan saat ini.
“Oleh karena itu saya cenderung pengelolaan sampah dari sumber. Kalau memang ada residu yang harus dibuang di TPA itu sudah berbentuk residu yang berbentuk anorganik. Sehingga kualitas sampahnya memiliki kadar kalor yang lebih tinggi,” terangnya.
Sementara itu, Tim Masyarakat Peduli TPA Sarimukti yang juga Ketua Perkumpulan Pengelola Sampah dan Bank Sampah Nusantara (PERBANUSA) Kota Cimahi, Wahyu Dharmawan mengatakan, peringatan HPSN 2024 ini bukan hanya tentang persoalan sampah saja namun masih ada masalah besar lainnya terkait limbah dari sampah itu sendiri.
“Nah ini harus ditangani kenapa kalau tidak yang akan ketiban masalah adalah warga masyarakat,” ungkapnya.
Bicara solusi kongkret, kata Wahyu, pihaknya menyarankan untuk melakukan audit investigasi secara menyeluruh, baik untuk program Citarum Harum dan juga penanganan TPA Sarimukti.
“Tapi kita tahu setelah kita cek lebih dari 4 tahun terakhir tidak pernah ada kegiatan pengolahan kompos. Nah apalagi ada kebijakan dari KLHK yang kemudian di tindak lanjuti oleh DLH. Pelarangan sampah organik masuk TPK (Tempat Pengolahan Kompos), padahal izinnya untuk menangani sampah organik, justru yang anorganik dibiarkan masuk, ilegal justru kirim sampah organik, padahal izin legalnya untuk organik,” tuturnya.
Dapatkan berita menarik lainnya dari Bukamata.id di Google News, Klik di Sini