“Masih sebatas sampingan, bukan yang utama. Padahal, ekonomi kreatif yang menghidupi Kota Bandung. Pelaku ekonomi kreatif di Kota Bandung tersebar di berbagai wilayah, bahkan sampai ke gang-gang,” ucap Gio.
Selama bapak bagi warga Kota Bandung tak serius mengurus pelaku ekonomi kreatif, kata Gio, pemangku kepentingan bakal bersikap serupa.
Pada sisi lain, pihaknya meyakini jika tiap-tiap pemangku kepentingan akan ikut memerhatikan ekonomi kreatif saat kepala daerah memiliki serta menampakkan kejelasan visi.
“Sejauh ini, branding kota tak jelas, mencla-mencle. Selaku pelaku ekonomi kreatif, kami terombang-ambing,” ujarnya.
Sempat ada kajian perihal usulan pengembangan citra atau branding Kota Bandung. Dalam kajian itu tercantum hasil survei pandangan masyarakat akan citra Kota Bandung.
Masyarakat memiliki pandangan beragam atas citra Kota Bandung, yakni kota fesyen, kota agamis, kota layak pemuda, kota kembang, kota angklung, kota kreatif, lautan api, serta stunning Bandung.
Kajian itu juga memuat bahasan yang mempersandingkan pandangan masyarakat dengan potensi ekspektasi para pemangku kepentingan.
Terdapat empat poin ekspektasi pemangku kepentingan atas branding Kota Bandung, yakni umum dan familier, menggambarkan atribut khas Kota Bandung, mencerminkan masyarakat yang kreatif, serta dukungan berkelanjutan untuk UMKM.
Gio mengatakan, sinergitas antarpemangku kepentingan menjadi hal paling urgen untuk menjadikan Bandung sebagai kota kreatif yang sesungguhnya.
“Kami menyerahkan amanah itu ke Kang Arfi. Mangga (silakan), menerjemahkan itu menjadi regulasi nanti,” imbuhnya.
Dapatkan berita menarik lainnya dari Bukamata.id di Google News, Klik di Sini