bukamata.id – Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menegaskan bahwa upayanya dalam membongkar bangunan yang berdiri di area resapan air di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor, akan sia-sia jika PTPN dan Perhutani tidak menghentikan alih fungsi lahan.
Menurutnya, alih fungsi lahan yang terus terjadi, termasuk kerja sama operasi (KSO) dengan pihak penyewa lahan yang melakukan pembangunan di area resapan, memperparah kondisi lingkungan.
“Selain itu, Perhutani juga melakukan penebangan pohon siap panen tanpa mempertimbangkan dampak lingkungan. Jika ini terus berlanjut, maka semua upaya yang telah kami lakukan akan menjadi sia-sia,” ujar Dedi, Senin (10/3/2025).
Hitung Dampak Ekonomi dan Lingkungan
Dedi meminta PTPN dan Perhutani menghitung jumlah pendapatan yang diperoleh dari sewa lahan dan penebangan pohon.
Ia menantang kedua pihak untuk membandingkan angka tersebut dengan biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah dalam menangani bencana longsor dan banjir di Bogor, Bekasi, Karawang, Depok, serta daerah lain yang terdampak akibat alih fungsi lahan.
“Jika dihitung, biaya penanganan bencana yang ditanggung Pemprov Jawa Barat dan pemerintah daerah lainnya jauh lebih besar dibandingkan pemasukan dari sewa lahan dan hasil kayu. Ini jelas tidak sebanding,” tegasnya.
Ajakan Duduk Bersama
Sebagai solusi, Dedi mengajak Perhutani dan PTPN untuk duduk bersama dan membuat rencana evaluasi menyeluruh demi kepentingan bersama. Ia menekankan bahwa langkah-langkah perbaikan lingkungan tidak bisa dilakukan secara sepihak.
“Kami sibuk menangani dampaknya, sementara Anda sibuk menikmati hasilnya. Maka, mari kita selesaikan ini bersama,” katanya.
Ia menegaskan, jika kedua pihak memiliki komitmen untuk bangsa, negara, dan masyarakat, maka sudah saatnya mereka menyadari bahwa tindakan yang dilakukan saat ini menimbulkan kerusakan lingkungan dan merugikan masyarakat luas.
“Mari berubah demi kepentingan lingkungan dan masa depan kita semua,” pungkas Dedi.