bukamata.id – Dewan Pers mengecam keras tindakan kekerasan atau pun penganiayaan yang dilakukan aparat kepolisian terhadap jurnalis dalam aksi demonstrasi di depan Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, pada Kamis (22/8/2024).
Begitu disampaikan Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu dalam konferensi pers yang diselenggarakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) bersama Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) melalui channel YouTube AJI Indonesia, Sabtu (24/8/2024).
“Dewan Pers mengecam keras tindakan aparat terhadap para jurnalis yang melakukan profesinya pada saat kegiatan unjuk rasa penolakan RUU Pilkada tanggal 22 Agustus 2024,” ucap Ninik.
Ninik mengungkapkan, bahwa peliputan yang dilakukan oleh para jurnalis terhadap aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh mahasiswa dan elemen masyarakat merupakan aktivitas hak konstitusional warga negara.
“Peliputan yang dilakukan oleh kawan-kawan jurnalis pada saat aksi penolakan revisi UU Pilkada pada Kamis lalu bahkan masih berlangsung hingga hari ini adalah satu aktivitas hak konstitusional warga negara,” ungkapnya.
Selain itu, Dewan Pers juga menyoroti praktik kekerasan yang diindikasikan dilakukan oleh aparat kepolisian terhadap pers kampus/mahasiswa.
“Pers mahasiswa juga menjadi korban kekerasaan yang diindikasikan kuat dilakukan oleh aparat yang seharusnya melakukan perlindungan, melakukan penertiban bukan dengan cara kekerasan apapun alasannya,” imbuhnya.
Bukan hanya di Jakarta, kata Ninik, hal ini juga terjadi beberapa daerah di Indonesia yang juga tengah menggelar aksi unjuk rasa serupa.
“Seperti Semarang, Yogyakarta, Makassar dan wilayah-wilayah lain, potensial aktivitas kekerasan ini juga dilakukan indikasinya oleh aparatur,” ujarnya.
Berdasarkan laporan yang diterima dari KKJ tercatat, ada 11 orang wartawan di Jakarta yang menjadi korban kekerasan yang indikasinya secara kuat dilakukan oleh aparat kepolisian dengan berbagai bentuk intimidasi.
“Bahkan ada ancaman-ancaman pembunuhan, kekerasaan secara sikis, kekerasan secara fisik yang mengakibatkan luka-luka yang cukup berat. Juga tercatat ada tiga orang anggota lembaga pers kampus/mahasiswa di Semarang yang juga mengalami kondisi sesak nafas sampai pingsan akibat tembakan gas air mata yang dilancarkan oleh aparatur keamanan saat melakukan upaya pembubaran pada proses unjuk rasa,” bebernya.
Oleh karena itu, Dewan Pers meminta agar aparat kepolisian yang ditugaskan oleh negara dalam pelaksanaan unjuk rasa untuk menghormati hak warga negara, termasuk di dalamnya profesi jurnalis dalam menjalankan tugasnya melakukan peliputan.
“Profesi ini dijalankan secara profesional dan perlu mendapatkan perlindungan, bukan diintimidasi, bukan diancam bahkan melakukan berbagai tindakan kekerasan karena tugas jurnalis dilindungi oleh Undang-undang 40 tahun 1999 tentang pers,” tegasnya.
“Serta hak konstitusional warga negara untuk unjuk rasa juga dilindungi oleh UUD 45 terkait kebebasan berekspresi dan berbicara,” lanjutnya.
Secara khusus, Ninik meminta Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Kepolisian untuk melakukan proses penyelidikan terhadap para pelaku kekerasan yang diindikasikan kuat dilakukan oleh aparat.
“Secara khusus Dewan Pers berharap aparat kepolisian dalam hal ini Propam agar tanpa menunggu peluit keberatan dari para korban dengan sigap melakukan proses penyelidikan secara internal kepada para pelaku kekerasan yang diindikasikan kuat dilakukan oleh aparat,” tuturnya.
Nantinya, hasil penyelidikan tersebut dipublikasikan kepada masyarakat khususnya kepada para korban agar mendapatkan keadilan dan memperoleh hak-hak pemulihan atas berbagai ancaman.
“Hasil dari penyelidikan internal tersebut dalam rangka pengungkapan kebenaran harap segera dipublikasikan agar masyarakat terutama kawan-kawan jurnalis yang menjadi korban mendapatkan keadilan dan memperoleh hak-hak pemulihan atas berbagai ancaman yang bisa jadi tidak akan berhenti hanya hari kemarin,” paparnya.
Ninik juga meminta, kedepannya agar aktivitas-aktivitas kerja jurnalis di lapangan dalam peliputan ini agar aparat keamanan memberikan perlindungan secara signifikan tanpa adanya intimidasi.
“Karena mereka bekerja dengan identitas profesi secara jelas, agar aparat kepolisian menguatkan rencana tindaknya dengan sebaik-baiknya dalam penanganan unjuk rasa dan mengevaluasi di dalam pelaksanaan yang sudah dilakukan pada tanggal 22 Agustus kemarin,” katanya.
Sebab menurutnya, peristiwa ini bukan kali pertama terjadi. Bahkan selalu berulang sejak Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tahun 2017.
“Dewan Pers yakin aparat keamanan mampu melakukan mitigasi dari berbagai bentuk yang diindikasikan kekerasannya justru bersumber dari aparat yang melakukan pengayoman dan perlindungan,” imbuhnya.
“Sekali lagi, Dewan Pers berharap agar kerja kolaboratif di dalam rangka menegakan demokrasi dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya,” tandasnya.