Oleh karena itu, kata Farhan, sampah harus dipilah agar tidak semuanya dibuang ke TPA. Misalnya bisa menjadi kompos ataupun didaur ulang.
“Seharusnya sampah yang dibuang hanya 10%-nya saja dari jumlah yang dihasilkan. Selebihnya, sampah basah (organik) dikomposting, bisa juga untuk magot. Yang kering (anorganik), bisa didaur ulang,” katanya.
Nantinya, Farhan bakal menggandeng pihak ketiga dalam pengolahan sampah, baik yang basah maupun kering. Terlebih mengingat minimnya ketersediaan lahan di Kota Bandung.
“Untuk pengolahan 1 ton sampah basah, dibutuhkan lahan 600 meter persegi. Dari Pasar Caringin saja sehari 70 ton sampah basah, belum dari pasar yang lain. Minimal butuh 10 hektare untuk tempat pengolahan sampah,” ujarnya.
Hal serupa pun dilakukan terhadap pengolahan sampah kering yang juga akan dikerjasamakan dengan pihak ketiga. “Jadi tempatnya kemungkinan di luar kota juga. Di Kota Bandung sudah sulit lahannya,” kata Farhan.
Bahkan, pengolahan sampah kering akan dibagi dua yakni yang bisa didaur ulang, dan B3 (berbahaya, beracun, berbau) yang harus dimusnahkan. “Jadi kemungkinan semua tempat pengolahannya berada di luar kota dan masing-masingnya berbeda tempat,” ucapnya.
Lebih lanjut, Farhan pun memastikan pengangkutan sampah basah dan kering dari rumah warga akan berbeda waktunya. Sampah basah akan diangkut menuju pengolahan setiap tanggal ganjil, sedangkan sampah kering akan diangkut setiap tanggal genap.
“Kenapa sampah basah harus tanggal ganjil? Karena kalau akhir bulan tanggal 31, besoknya kan tanggal 1, jadi sampah basahnya bisa tetap terambil lagi. Karena sampah basah jangan lama-lama pengambilannya,” katanya.
Dapatkan berita menarik lainnya dari Bukamata.id di Google News, Klik di Sini