“Kedua, ada faktor ekonomi. Ketiga, masih ada pemahaman di masyarakat kita, begitu sudah aqil baligh misalnya itu diperbolehkan untuk menikah,” ungkapnya.
Padahal, dalam Undang-undang sudah diatur jika usia yang diperbolehkan untuk menikah itu untuk perempuan pada usia 19 tahun.
“Tapi di masyarakat Indonesia, sudah ada yang aqil baligh, misalnya remaja putri itu umur 13, itu juga sudah dianggap boleh menikah,” imbuhnya.
Atas fenomena tersebut, pihaknya menginisiasi adanya bimbingan pranikah. Sebab, anak-anak itu masih memiliki masa depan yang besar untuk dicapai, bahkan pendidikan pun menjadi hal yang utama.
“Paling penting adalah memberikan bimbingan pra-nikah bagi remaja berusia 10-an, ini terus dilakukan ada programnya di Bimas Islam yaitu Bimbingan Remaja Usia Sekolah (BRUS). Dan sampai saat ini tahun 2023 itu sudah dilakukan bimbingan kepada para remaja, mencapai 64.435 remaja,” tuturnya.
Selain itu, peran keluarga pun tak kalah penting. Karena itu, bimbingan ini pun mencakup pihak keluarga.
“Kemudian keluarganya pun kita kasih bimbingan, seperti pengertian terhadap pentingnya bimbingan sebelum menikah. Kelipatan keluarga kita sudah menjangkau 17.753 bimbingan keluarga,” katanya.
Wibowo mengatakan, kelipatan peran serta masyarakat dalam peningkatan kualitas keluarga salah satunya dengan Gerakan Keluarga Masalah Nahdlatul Ulama (GKMNU). Saat ini sudah menyasar 2.662.950 keluarga.
“Sehingga ini diharapkan menjadi cukup signifikan dalam memberikan pemahaman kepada masyarakat untuk meminimalisasi perkawinan anak,” tandasnya.
Dapatkan berita menarik lainnya dari Bukamata.id di Google News, Klik di Sini