Menurutnya, RUU Penyiaran ini dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan tidak melibatkan publik. Artinya, kerja anggota DPR RI yang seharusnya menjadi perwakilan rakyat dan terbuka bagi publik sudah seperti kerja maling yang sembunyi-sembunyi.
“Kalau DPR punya niat baik terhadap masyarakat umum, terhadap kerja-kerja demokrasi, maka dia akan melibatkan publik dalam membuat undang-undang,” imbuhnya.
Oleh karena itu, pihaknya pun mendesak agar RUU Penyiaran ini ditunda.
“Karena memang targetnya agar revisi ini diselesaikan bulan September mendatang sampai akhir masa kepengurusan DPR hari ini. Artinya ini seolah-olah kejar target untuk memenuhi kerja-kerja dewan tahun ini,” katanya.
“Kalau mau dikerjakan revisi adalah tahun depan, untuk anggota dewan yang baru menjabat ke depan,” tandasnya.
Dalam aksi ini, masa aksi juga mengeluarkan lima tuntutan, di antaranya:
1. Menolak pasal yang memberikan wewenang lebih pada pemerintah untuk mengontrol konten siaran karena ini bisa membuat banyak hasil kerja jurnalis yang disensor sebelum disampaikan kepada publik secara obyektif.
2. Menolak pasal yang memperketat regulasi terhadap media independen. Ini dapat membatasi ruang gerak media dan mengurangi keberagaman dalam penyampaian informasi kepada publik.
3. Menolak pasal yang mengatur sanksi berat untuk pelanggaran administratif. Sanksi yang tidak proporsional akan membungkam jurnalis dalam menjalankan kerja-kerja jurnalistik dan mengancam kebebasan pers.
4. Menuntut Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah untuk segera revisi menyeluruh terhadap pasal-pasal bermasalah tersebut dengan melibatkan partisipasi aktif dari seluruh pemangku kepentingan, termasuk Dewan Pers, organisasi pers, dan masyarakat sipil.
Dapatkan berita menarik lainnya dari Bukamata.id di Google News, Klik di Sini