“Ditambah lagi tahun 2023 Presiden Jokowi sendiri sudah melalukan satu pidato secara publik soal pernyataan bahwa negara itu menyesali dan juga berupaya untuk melakukan sejumlah penyelesaiaan dan juga pemulihan terhadap korban serta keluarga korban pelanggaran HAM berat masa lalu,” sambungnya.
Selain itu, komite ICCPR juga menyoroti mekanisme yudisial yang diakomodir oleh adanya Undang-undang nomor 26 tahun 2000 berkaitan dengan pengadialan HAM. Namun, selama ini langkah untuk melakukan penyelesaian secara yudisial tidak pernah ditempuh oleh pemerintah Indonesia.
“Maka ini menjadi salah satu poin utama yang disampaikan oleh komite bahwa akan ada terjadi sebuah pemenuhan yang asimetris kalau misalnya pemerintah hanya berfokus pada penyelesaian secara non-yudisial,” imbuhnya.
Menurutnya, ada empat komponen utama yang harus digaris bawahi oleh pemerintah dalam konteks pemenuhan dan juga penegakan pelanggaran HAM berat masa lalu. Yakni aspek keadilan, aspek soal pemenuhan hak kembali, asepk jaminan ketidak berulangan kasus dan kebenaran, serta aspek reformasi institusi.
“Artinya harus ada upaya upaya untuk melakukan mitigasi atau pencegahan keberulangan satu peristiwa besar kejahatan kemanusiaan yang ada di Indonesia,” ujarnya.
Kendati demikian, keempat komponen tersebut dinilai komite ICCPR masih belum cukup diupayakan dengan mekanisme penyelesaian secara non-yudisial yang hanya menitikberatkan pada upaya ganti rugi.
“Itu pun dengan mekanisme mekanisme yang sangat tidak respesentatif bahwa aspek pemulihan itu yang berusaha untuk dilakukan oleh pemerintah Indonesia hanya berfokus pada ganti rugi saja,” katanya.
Dapatkan berita menarik lainnya dari Bukamata.id di Google News, Klik di Sini